Senin, 4 Nov 2024

Mengatasi Ketidakpastian dalam Investasi

Masyarakat semakin sadar akan pentingnya investasi. Tak khayal banyak dari mereka memilih terjun di dalamnya. Namun, satu hal penting yang perlu dipahami yaitu risiko investasi.

Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, masih banyak orang mencari cara untuk berinvestasi. Dikatakan sulit, hal ini lantaran adanya tantangan yang muncul seperti invasi Rusia, ketidakpastian global, gangguan rantai pasok, fluktuasi harga komoditas, dan tingginya inflasi.

Lantas, apa saja yang perlu diperhatikan dan dihindari dalam berinvestasi di tengah ketidakpastian ekonomi seperti sekarang ini?

Sebelum berinvestasi
Langkah awal sebelum memulai investasi ialah untuk tidak memaksakan diri. Jangan mengorbankan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) dan sekunder (telepon genggam, asuransi, internet) demi bisa berinvestasi. Jangan juga mengambil pinjaman. Pinjaman malah berisiko menambah beban keuangan Anda jika investasi tak membuahkan hasil sementara pinjaman tetap harus dibayar.

Langkah berikutnya ialah memastikan tersedianya dana darurat sebelum berinvestasi, unruk mengantisipasi kejadian luar biasa saat uang Anda sedang tertahan di investasi tertentu. Lazimnya, tabungan dana darurat biasanya sebesar enam hingga sembilan kali biaya hidup.

Selanjutnya Anda bisa memahami terlebih dulu instrumen investasi yang diinginkan. Ada berbagai macam instrumen investasi yang bisa dijajal, mulai dari saham dengan imbal hasil tinggi dan risiko tinggi, obligasi dengan imbal hasil dan risiko rendah, atau reksadana dengan campuran keduanya.

Teori perilaku keuangan menyatakan orang akan lebih sembrono dalam berinvestasi karena ketakutan menghadapi kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, yang dikenal sebagai self-preservation heuristics. Karena ketakutan menghadapi turbulensi ekonomi, kita menjadi lebih irasional dalam mengambil keputusan dan melupakan empat langkah di atas.

Tentunya dengan sikap yang seperti ini menyebabkan terganggunya kesehatan mental, terjebak di skema informasi yang menyesatkan, dan juga terlibat di investasi bodong.

Pahami produk investasi
Setidaknya, Anda bisa memlih lima produk investasi yang menjadi pertimbangan untuk dipilih pada periode ekonomi global yang kelam saat ini. Instrumen tersebut yaitu obligasi pemerintah, logam mulia, reksadana, saham, dan mata uang kripto.

Obligasi pemerintah adalah surat utang yang diajukan pemerintah untuk memperoleh pendanaan tertentu. Jadi obligasi bisa dikatakan masuk kedalam instrumen investasi yang relatif aman. Selain bebas risiko, konsep investasi obligasi tidak jauh berbeda dengan menabung.

Selain obligasi pemerintah, emas bisa menjadi pilihan lainnya untuk tiga alasan. Pertama, orang Indonesia lebih memahami konsep imbal balik emas, yang mungkin karena budaya investasi yang cenderung konservatif atau hati-hati.

Kedua, tingkat risiko emas relatif lebih kecil dibandingkan instrumen investasi lainnya, dan bahkan pergerakan harga emas mengikuti pergerakan inflasi. Semakin tinggi inflasi, semakin tinggi harga emas.

Terakhir, emas merupakan instrumen investasi yang secara empiris dan historis sudah terbukti daya tahannya menghadapi turbulensi ekonomi, dan kerap jadi pilahan utama ketika pasar uang goyang.

Pikirkan risikonya
Lantas, apakah instrumen investasi lainnya seperti saham, reksadana, dan kripto menjadi pilihan yang salah? Balik lagi ke argumen bahwa kita harus memahami terlebih dahulu tentang produk-produk investasi tersebut sebelum menanamkan modal kita di sana.

Berinvestasi saham memerlukan pengetahuan dan penyisihan waktu yang lebih untuk mengamati pergerakan saham, kinerja perusahaan, serta sentimen ekonomi dan politik yang berpengaruh pada harga saham. Pandangan bahwa investasi saham sama dengan tabungan menjadi awal kesalahkaprahan yang terjadi selama ini. Sebab, setiap sektor dan industri di Bursa Efek Indonesia memiliki korelasi yang berbeda dengan ketidakpastian ekonomi.

Contoh sederhananya ialah ketika harga komoditas yang tinggi menyebabkan inflasi yang tinggi, harga saham energi pun akan ikut terkerek. Tapi saham teknologi akan mengalami kerugian karena mahalnya inovasi dan kurangnya daya beli.

Acaknya harga saham kerap menjadi penyebab kenapa investor perorangan sering terjebak di skema pump-and-dump yang biasanya diinisasi influencers atau grup privat saham. Skema ini merujuk pada pemberian informasi yang salah atau berlebihan agar orang-orang berbondong-bondong membeli suatu saham dan sehingga harganya terdongkrak, menguntungkan mereka yang sudah membeli dulu saham tersebut dan kemudian menjualnya di harga tinggi. Oleh karena itu, investasi saham memerlukan kearifan dan keberuntungan yang lebih dibandingkan produk-produk lainnya.

Senada, masyarakat pun sering salah memahami bahwa reksadana sama seperti seperti tabungan. Bahkan banyak orang yang tidak paham bahwa reksadana itu banyak jenisnya, seperti pasar uang (berasal dari investasi pasar uang yang jatuh tempo kurang dari satu tahun seperti deposito dan obligasi), pendapatan tetap (80% portfolionya berasal dari pendapatan tetap seperti obligasi), saham, campuran, dan komoditas.

Setiap jenis reksadana memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda dan memiliki katalis pergerakan yang berbeda-beda pula. Misalnya saja, kenaikan inflasi menjadi sentimen positif buat reksadana pendapatan tetap, tetapi menjadi katalis negatif untuk reksadana saham. Perlu dicatat, reksadana memiliki tingkat risiko relatif lebih besar daripada obligasi pemerintah.

Terakhir adalah mata uang kripto, instrumen yang tengah diminati investor ritel. Orang berinvestasi di mata uang kripto itu karena Fear of Missing Out (FOMO, takut tertinggal suatu tren). Akibatnya, banyak investor mata uang kripyto yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup dan tetap berinvestasi di sana.

Temuan empiris kajian keuangan tidak bisa menjelaskan pergerakan harga mata uang kripto, yang tak memiliki skema pengawasan dan terdesentralisasi. Artinya, sangat sulit untuk memahami faktor risikonya dan ini buruk untuk berinvestasi.

Satu satunya teori yang menjelaskan pergerakan mata uang kripto ialah The Greater Fool’s Theory. Menurut teori ini, seseorang akan membeli mata uang kripto dengan harapan bahwa harganya akan naik, meskipun mereka sendiri sadar satu-satunya cara untuk harga naik ialah ada “orang yang lebih bodoh” dari mereka membeli dengan harga lebih tinggi.

Catatan lainnya, mata uang kripto memiliki tingkat risiko terbesar dibandingkan produk-produk investasi lainnya.

Catatan penting ketika berinvestasi
Selain memilih instrumen yang tepat, penting untuk melakukan diversifikasi. Ini berarti menempatkan uang kita dalam berbagai jenis investasi. Krisis keuangan global tahun 2008 sudah mengajarkan kita bagaimana orang-orang yang memiliki diversifikasi lintas produk investasi memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan orang orang yang fokus pada satu jenis produk.

Tetapi, jangan lupa juga bahwa diversifikasi berlebihan menghasilkan keputusan keuangan yang tak optimal dan bisa merugikan kita. Di teori keuangan perilaku hal ini dijelaskan sebagai diversification heuristic, yaitu ketika seseorang melakukan diversifikasi yang berlebihan karena ketakutan atas risiko yang terjadi. Akibatnya, tingkat imbal balik menjadi jauh lebih kecil.

Ada tiga catatan tambahan dalam memilih investasi di kondisi ekonomi saat ini. Pertama, jangan lupa untuk selalu mengevaluasi investasi secara berkala dan menyesuaikan portofolio sesuai dengan perubahan kondisi ekonomi. Kedua, jangan sungkan untuk konsultasi kepada profesional.

Dan yang terakhir, pastikan produk investasi yang dipilih legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK).