Minggu, 8 Des 2024

7 Alasan Anak Muda Dekat dengan Gadget tapi Minim Literasi Keuangan

Ironisnya, meskipun sangat dekat dengan perangkat teknologi dan informasi yang melimpah, banyak anak muda justru kurang memahami literasi keuangan,

ESG Indonesia – Gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka, baik untuk belajar, hiburan, maupun komunikasi. Ironisnya, meskipun sangat dekat dengan perangkat teknologi dan informasi yang melimpah, banyak anak muda justru kurang memahami literasi keuangan, yang merupakan pengetahuan penting dalam mengelola keuangan secara bijak. Mengapa demikian? Berikut adalah beberapa alasan yang menyebabkan anak muda dekat dengan gadget namun minim literasi keuangan.

Ilustrasi Gadget Simbol Konsumsi Hiburan. (Freepik)
Ilustrasi Gadget Simbol Konsumsi Hiburan. (Freepik)

1. Fokus pada Konsumsi Konten Hiburan

Salah satu alasan utama adalah bahwa sebagian besar anak muda lebih banyak menggunakan gadget untuk mengakses konten hiburan daripada konten edukatif, terutama yang berkaitan dengan keuangan. Akses ke platform media sosial, game, dan layanan streaming menjadi prioritas utama dibandingkan dengan topik literasi keuangan yang mungkin dianggap kurang menarik. Konten hiburan jauh lebih mudah diakses dan lebih menyenangkan, sehingga mereka cenderung menghabiskan waktu berjam-jam untuk hal ini.

2. Kurangnya Pendidikan Keuangan dalam Kurikulum Sekolah

Di banyak negara, termasuk Indonesia, literasi keuangan belum menjadi bagian dari kurikulum wajib di sekolah. Pendidikan formal masih lebih banyak fokus pada mata pelajaran konvensional seperti matematika, bahasa, dan ilmu pengetahuan. Padahal, pengetahuan tentang keuangan adalah keterampilan hidup yang sangat penting. Akibatnya, banyak anak muda yang kurang memiliki pemahaman dasar tentang cara mengelola uang, menabung, dan berinvestasi.

Ilustrasi Gadget Simbol Gaya Hidup. (Freepik)
Ilustrasi Gadget Simbol Gaya Hidup. (Freepik)

3. Gadget sebagai Simbol Status dan Gaya Hidup

Bagi anak muda, gadget bukan sekadar alat untuk berkomunikasi, tetapi juga menjadi simbol status sosial. Banyak anak muda yang rela menghabiskan sebagian besar uangnya untuk memiliki gadget terbaru atau mengakses aplikasi-aplikasi berbayar demi meningkatkan status di kalangan teman-teman mereka. Fokus pada gaya hidup yang konsumtif ini membuat mereka kurang memperhatikan pentingnya literasi keuangan dan manajemen keuangan jangka panjang.

4. Kurangnya Teladan Keuangan dari Lingkungan Sekitar

Anak muda belajar dari lingkungan mereka, termasuk orang tua dan teman-teman. Jika lingkungan mereka tidak memberikan contoh yang baik dalam mengelola keuangan, maka anak muda akan sulit memahami pentingnya literasi keuangan. Banyak anak muda yang tumbuh di lingkungan di mana pengelolaan uang jarang dibicarakan secara terbuka, sehingga mereka tidak memiliki acuan dalam membangun pola pikir keuangan yang sehat.

Ilustrasi Tren Yolo dan Fomo. (Freepik)
Ilustrasi Tren Yolo dan Fomo. (Freepik)

5. Pengaruh Tren YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear of Missing Out)

Tren YOLO dan FOMO sangat kuat di kalangan anak muda. YOLO mendorong mereka untuk “hidup di saat ini” dan menikmati hidup tanpa berpikir panjang, sementara FOMO membuat mereka merasa harus mengikuti setiap tren yang ada. Keduanya menjadi alasan mengapa banyak anak muda tidak fokus pada perencanaan keuangan jangka panjang. Pengaruh media sosial yang menunjukkan gaya hidup glamor juga membuat anak muda terdorong untuk bersikap konsumtif, sehingga semakin sulit bagi mereka untuk memahami literasi keuangan.

6. Kurangnya Kesadaran Akan Pentingnya Literasi Keuangan

Banyak anak muda yang belum menyadari bahwa literasi keuangan penting dalam hidup mereka. Selama mereka masih hidup dengan dukungan finansial dari orang tua, mereka mungkin merasa literasi keuangan tidak relevan. Baru setelah mereka mengalami kesulitan keuangan atau harus mengelola uang sendiri, mereka mulai menyadari betapa pentingnya literasi keuangan.

7. Kurangnya Akses ke Sumber Literasi Keuangan yang Ramah Anak Muda

Konten literasi keuangan kadang-kadang disajikan dalam format yang sulit dipahami atau membosankan bagi anak muda. Hal ini membuat mereka enggan untuk mempelajarinya. Padahal, sebenarnya ada banyak sumber literasi keuangan yang dapat diakses melalui gadget, namun kebanyakan disajikan dengan bahasa yang kurang menarik bagi mereka.

Dekatnya anak muda dengan gadget tidak selalu diiringi dengan literasi keuangan yang memadai. Faktor seperti prioritas pada konten hiburan, kurangnya pendidikan keuangan di sekolah, hingga pengaruh tren sosial, menjadi alasan mengapa anak muda minim literasi keuangan meskipun memiliki akses ke teknologi. Melalui upaya edukasi yang menarik dan relevan, serta contoh pengelolaan keuangan yang baik dari lingkungan sekitar, anak muda dapat didorong untuk lebih memahami literasi keuangan. Dengan literasi keuangan yang baik, anak muda tidak hanya mampu mengelola uang dengan bijak, tetapi juga mempersiapkan masa depan finansial mereka secara lebih matang.