Presiden Jokowi tegaskan jajarannya untuk tetap hati-hati dan waspada akan kondisi ekonomi RI di tahun 2024.
Awalnya, menurut laporan World Economic Outlook (WEO) yang diterbitkan IMF pada April 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 mencapai 5% dan terus menguat mencapai 5,1% untuk 2024. Tapi pada laporan WEO edisi Juli 2023, angka tersebut dipangkas tipis menjadi 5%. Selanjutnya dalam WEO edisi Oktober 2023, IMF melihat masih ada dampak dari ketidakpastian global yang salah satunya datang dari kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) .
IMF: Pemulihan Ekonomi RI Kuat
Namun IMF tetap menilai, Indonesia akan mengalami pemulihan ekonomi yang kuat seiring dengan meningkatnya investasi, konsumsi, dan ekspor. Tentu saja, sambil terus mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan struktural dan risiko eksternal, seperti ketidakpastian global, tekanan inflasi, dan ketegangan geopolitik.
Maka IMF merekomendasikan agar Indonesia terus menjaga kebijakan makroekonomi yang kredibel, fleksibel, dan koordinatif, serta mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing.
Bank Dunia: Waspadai Pelambatan Ekonomi RI
Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi RI pada 2024 mencapai 4,9% dalam laporannya bertajuk East Asia and The Pacific Economic Update edisi Oktober 2023. Alasan utama untuk perlambatan pertumbuhan adalah melemahnya harga komoditas global, yang akan mengurangi ekspor dan pendapatan Indonesia.
Alasan lainnya adalah Bank Dunia menyebut, salah satu hal yang perlu dikhawatirkan Indonesia adalah perlambatan perekonomian Tiongkok. Selain itu, tahun politik 2024 juga akan menghambat investasi, terutama di sektor infrastruktur.
Namun, menurut laporan Prospek Ekonomi Indonesia yang diterbitkan Bank Dunia setiap enam bulan sekali, Bank Dunia juga menilai Indonesia memiliki fundamental perekonomian yang kuat dan dapat mengatasi tantangan yang ada.
Konsumsi swasta, investasi bisnis, dan belanja publik diperkirakan akan meningkat seiring dengan reformasi dan pemulihan pascapandemi. Inflasi diperkirakan akan menurun menjadi 3,2% pada 2024 dari rata-rata 3,7% pada tahun ini, masih berada dalam rentang target Bank Indonesia.
Menurunnya inflasi mencerminkan melemahnya harga komoditas serta tingkat pertumbuhan permintaan domestik yang kembali ke tingkat normal setelah pemulihan pascapandemi.
Pertumbuhan PDB diperkirakan akan sedikit menurun ke rata-rata 4,9% pada 2024-2026 dari 5% pada tahun ini akibat mulai melemahnya lonjakan harga komoditas. Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong utama pertumbuhan pada 2024. Investasi bisnis maupun belanja publik juga diperkirakan akan meningkat sebagai dampak dari reformasi dan proyek-proyek baru pemerintah.
“Tantangan bagi negara ini adalah memanfaatkan fundamental ekonomi yang sudah kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, lebih hijau, dan lebih inklusif. Maka adalah penting untuk terus menjalankan reformasi sehingga Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik, serta mencapai visinya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045,” tutur Satu Kahkonen, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste.
OECD: Pertumbuhan Lebih Tinggi
Dibandingkan dengan lembaga internasional lainnya, The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) lebih optimistis melihat perkembangan perekonomian Indonesia, yakni mencapai 5,1% pada 2024. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan ekonomi 2023 yang sebesar 4,7%.
“Pertumbuhan PDB riil Indonesia akan stabil pada 2023 sebesar 4,7% dan pertumbuhan diproyeksikan meningkat menjadi 5,1% pada 2024,” tulis OECD dalam Update Economic Outlook for Southeast Asia, China, and India 2023, dikutip Senin (4/9/2023).
Melansir indonesia.go.id, Director of OECD Development Centre Ragnheiður Elín Árnadóttir menyampaikan, negara-negara di Asia akan menghadapi tantangan, terutama dari sisi global yang terus berlanjut. “Permintaan domestik, terutama konsumsi swasta yang kuat, akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi RI di kawasan ini,” katanya dalam siaran pers pada Senin (4/9/2023).
OECD menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi RI akan didorong oleh permintaan komoditas ekspor utama dan konsumsi yang tertunda sejak pandemi. Namun, OECD juga mengingatkan adanya risiko yang bisa mengganggu laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti persoalan energi, pupuk, pangan, dan ketegangan sosial menjelang Pemilu 2024. Kebijakan moneter yang ketat dan dukungan untuk rumah tangga rentan diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Ekonomi RI di Tahun Politik
Beragam prediksi ini tentu menjadi informasi berharga bagi pemerintah. Dalam pidato sambutan dalam Outlook Ekonomi Indonesia 2024, Presiden Jokowi telah menyinggung tentang proses Pemilu 2024.
“Saya menegaskan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau bacanya sosmed, menonton TV, adu debat antarpolitikus, ya, sepertinya suasananya panas. Tetapi, kalau Bapak, Ibu, turun ke masyarakat, ke desa, ke daerah, bisa merasakan rakyat itu santai-santai saja,” katanya.
Presiden juga mendorong seluruh pihak untuk terus konsisten dalam menarik investor baik dalam maupun luar negeri. Investasi tersebut, tambah Presiden, difokuskan untuk memberikan nilai tambah kepada negara.
“Investasi hilirisasi di semua sektor unggulan baik mineral, pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan dan semuanya serta penguatan ekonomi digital, ekonomi hijau, dan penguatan ekonomi biru,” katanya.
Walau begitu, Presiden Jokowi mengingatkan jajarannya agar tetap waspada dan hati-hati.
“Kalau orang Jawa bilang, tetep eling lan waspada, harus selalu ingat hati-hati dan waspada. Ketidakpastian global masih berlanjut, konflik di Timur Tengah yang bisa memicu kenaikan harga minyak global juga kemungkinan masih ada,” ungkapnya.
“Kita inginnya pertumbuhan ekonomi kita tumbuh lebih baik, tetapi tetap harus dalam posisi kehati-hatian. Ekspansif boleh, tetapi juga dalam kalkulasi yang super hati-hati,” tutup Jokowi.