Penelitian baru menunjukkan bahwa Polusi udara jadi penyebab kematian 7 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Menurut penelitian, ini juga meningkatkan resistensi antibiotik dan dikaitkan dengan risiko kanker dan parahnya paling banyak menargetkan masyarakat yang kurang beruntung.
Pada tahun 2013, anak berusia sembilan tahun bernama Ella Kissi-Debrah meninggal karena serangan asma akut setelah menjalani hidupnya yang singkat. Pemeriksa mayat menyatakan pada tahun 2020 bahwa asap beracun yang dia hirup karena lalu lintas di jalan raya adalah salah satu penyebabnya. Para ahli kesehatan masyarakat percaya bahwa Kissi-Debrah adalah korban dari keadaan darurat global yang jauh lebih luas, dikutip dari Al Jazeera.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa polusi udara bertanggung jawab atas lebih dari tujuh juta kematian dini setiap tahun di seluruh dunia, berkontribusi terhadap penyakit paru-paru dan jantung, kanker paru-paru dan infeksi saluran pernapasan.
Hampir seluruh penduduk dunia – 99 persen – menghirup udara yang lebih kotor dari tingkat yang direkomendasikan WHO. Pada bulan Agustus, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet oleh tim ilmuwan Tiongkok menunjukkan bahwa polusi udara meningkatkan resistensi antibiotik, yang berdasarkan perhitungan mereka, pada gilirannya menyebabkan 480.000 kematian dini.
Sementara itu, ilmuwan Harvard menunjukkan hubungan antara polutan dalam emisi pembakaran karbon dan peningkatan risiko beberapa jenis kanker. Jadi, seberapa berbahayakah udara yang kita hirup? Jawaban singkatnya, yakni sangat berbahaya.
Faktanya, polusi udara, menurut beberapa perkiraan, merupakan penyebab utama kematian secara internasional. Emisi karbon menurun, namun kebakaran hutan meningkat, dan kebutuhan energi global terus meningkat, sehingga menimbulkan ancaman baru yang memberikan dampak berbeda bagi semua orang.
Seperti banyak tantangan kesehatan masyarakat lainnya, tempat tinggal dan penghasilan mereka menentukan risiko yang mereka hadapi akibat udara beracun.