ESG Indonesia – Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi plastik tertinggi di dunia, dan masalah limbah plastik telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai riset telah dilakukan untuk memahami seberapa parah masalah ini dan menemukan solusi yang efektif. Artikel ini akan mengulas hasil riset terbaru yang menunjukkan dampak dan skala masalah limbah plastik di Indonesia serta upaya yang sedang dilakukan untuk mengatasinya.
Menurut laporan Bank Dunia pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun, menjadikannya sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% tidak terkelola dengan baik, yang berarti sebagian besar berakhir di laut, sungai, atau tempat pembuangan akhir yang tidak memadai. Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023 menyatakan bahwa sekitar 620.000 ton plastik masuk ke perairan Indonesia setiap tahunnya, yang berdampak buruk pada ekosistem laut dan kehidupan biota laut.
Limbah plastik, terutama yang berbentuk mikroplastik, memiliki dampak besar terhadap lingkungan. Riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa mikroplastik ditemukan di 28 dari 34 provinsi di Indonesia, terutama di perairan pesisir dan sungai besar. Mikroplastik ini berasal dari produk sehari-hari seperti kantong plastik, botol air minum, dan produk kosmetik yang terdegradasi menjadi partikel-partikel kecil.
Studi ini menemukan bahwa mikroplastik telah mencemari habitat alami, merusak ekosistem laut, dan mengganggu rantai makanan. Ikan, udang, dan kerang yang terkontaminasi mikroplastik seringkali dikonsumsi oleh manusia, yang dapat menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang.
Dampak limbah plastik tidak hanya terbatas pada lingkungan. Riset dari Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa polusi plastik menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan, terutama bagi sektor pariwisata dan perikanan. Tumpukan sampah plastik di pantai-pantai populer di Bali, Lombok, dan Kepulauan Seribu, misalnya, telah mengurangi daya tarik wisata dan menyebabkan penurunan pendapatan hingga 30% dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, nelayan di berbagai daerah melaporkan penurunan hasil tangkapan ikan karena banyaknya plastik di laut yang menghalangi alat tangkap mereka. Limbah plastik yang terperangkap di jaring juga menyebabkan kerugian finansial yang besar karena biaya tambahan untuk membersihkan dan memperbaiki peralatan.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Oseanografi Nasional (P2O-LIPI) tahun 2023 melakukan pemetaan sumber-sumber utama limbah plastik di Indonesia. Riset ini mengidentifikasi bahwa sumber terbesar dari limbah plastik berasal dari konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sekitar 65% dari total sampah plastik. Sisanya berasal dari sektor komersial (20%), industri (10%), dan lainnya (5%).
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan menjadi penyumbang utama sampah plastik karena tingginya tingkat konsumsi masyarakat dan kurangnya fasilitas pengelolaan sampah yang memadai.
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan beberapa inisiatif untuk mengatasi masalah ini. Kebijakan Pengurangan Sampah Plastik Nasional 2025 bertujuan untuk mengurangi 30% dari total produksi sampah plastik pada tahun 2025. Salah satu langkah konkret adalah penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, yang mewajibkan perusahaan untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan meningkatkan daur ulang.
Selain itu, LSM seperti Greenpeace Indonesia dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik terus melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya limbah plastik dan mendorong praktik-praktik pengurangan sampah plastik di tingkat individu dan komunitas.
Meskipun ada berbagai upaya, tantangan dalam mengatasi limbah plastik tetap besar. Riset dari World Resources Institute (WRI) Indonesia tahun 2022 menyebutkan bahwa kendala utama adalah kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah yang efektif, kurangnya kesadaran masyarakat, serta ketergantungan yang tinggi terhadap produk plastik sekali pakai.
Selain itu, program daur ulang di Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait dengan biaya operasional yang tinggi dan kurangnya pasar untuk produk daur ulang. Ini menunjukkan bahwa perlu ada upaya lebih untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah di tingkat lokal dan nasional.
Masalah limbah plastik di Indonesia merupakan isu yang kompleks dengan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang signifikan. Berbagai riset terbaru menunjukkan bahwa skala masalah ini sangat parah, dan upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk mengatasi tantangan ini. Kesadaran, edukasi, dan pengembangan teknologi baru dalam pengelolaan sampah menjadi kunci untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.