Masalah transparansi dan konsistensi terminologi, serta kurangnya data yang lengkap dalam menganalisis performa investasi berkelanjutan menjadi salah satu pasang surutnya investasi ESG.
ESG Indonesia – Investasi berbasis prinsip environment, social, and governance (ESG) atau lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik, kini menjadi salah satu pertimbangan pemegang modal dalam mengambil keputusan berinvestasi.
Standar praktik bisnis yang memerhatikan keberlanjutan ini memang menjadi salah satu isu global, di mana produk ESG tumbuh dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir.
Namun dalam perkembangannya, implementasi environment, social, and governance seakan mengalami pasang surut. Sejumlah investor di Wall Street misalnya, diam-diam menutup dana atau menghapus nama mereka dari investasi ESG setelah hasil yang mengecewakan.
Fenomena ini pun seakan menimbulkan pertanyaan besar akan tujuan dunia mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan dengan menciptakan ekosistem investasi hijau.
Keputusan para investor meninggalkan pasar ESG tak lepas setelah adanya pengetatan pengawasan peraturan, seperti suku bunga yang lebih tinggi yang berdampak buruk pada saham energi ramah lingkungan. Di sisi lain, investasi ESG menjadi target politik sehingga mendapatkan reaksi negatif. Meningkatnya pemintaan akan investasi ESG membuat banyak pihak/manajer ingin mengambil keuntungan. Hal tersebut diutarakan Wakil Presiden Senior, Tony Turisch di Calamos Investments, seperti dilansir The Wall Street Journal.
Sejumlah investor akhirnya memilih untuk menghapus kriteria environment, social, and governance dalam daftar investasi mereka di kuartal ketiga. Hal itu pun seakan kontradiktif dengan komitmen sebelumnya, di mana banyak perusahaan yang sengaja mengucurkan dana kepada produk investasi berkelanjutan. Menurut data The Wall Street Journal, pada tahun ini setidaknya diperkirakan terdapat 5 dana berkelanjutan yang akan membatalkan ESG dan 32 dana berkelanjutan lainnya memutuskan untuk menutupnya.
Tekanan politik
Kritikus ESG sekaligus kandidat presiden dari Partai Republik, Vivek Ramaswamy menyebut, pada tahun lalu, Florida menarik US$2 miliar asetnya yang dikelola oleh BlackRock sebagian karena dukungan perusahaan terhadap investasi berkelanjutan.
Sedangkan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) meningkatkan pengawasannya dan baru-baru ini mengadopsi aturan untuk mencegah penamaan yang menyesatkan. Dana tersebut memiliki waktu sekitar dua hingga tiga tahun untuk dipatuhi, tergantung pada ukurannya. Pada bulan September misalnya, cabang investasi Deutsche Bank, DWS Investment Management Americas setuju untuk membayar US$19 juta untuk menyelesaikan penyelidikan atas dugaan greenwashing yang dilakukan perusahaan lantaran sengaja memasukan data environment, social, and governance pada keputusan investasi.
Pasang Surut Implementasi ESG
Dalam aktivitas bisnis perusahaan, integrasi Environmental, Social, and Governance memang bukanlah hal yang mudah. Banyak perusahaan kesulitan dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip berkelanjutan tersebut.
Kendala utama yang biasanya dihadapi oleh perusahaan dalam menerapkan prinsip environment, social, and governance yaitu saat menentukan kriteria, maupun matriks atau indikator kinerja. Banyak perusahaan kurang memahami isu-isu ESG serta kesulitan dalam mendapatkan data refrensi yang akurat.
Hal inilah yang membuat investor merasa ragu, terlebih dengan masalah transparansi dan konsistensi terminologi. Penyedia kurang transparans melaporkan data terkait dampak dana investasi berkelanjutan terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik. Kurangnya definisi yang jelas mengenai makna keberlanjutan juuga menjadi penghalang yang menimbulkan kekhawatiran investor.
Adapun tantangan lain yang menjadi hambatan dalam implementasi prinsip environment, social, and governance oleh perusahaan adalah kurangnya data yang lengkap dalam menganalisis performa ESG. Kesulitan akan ketersediaan data juga berkaitan dengan sistem penilaian yang tidak konsisten dari providersatu dengan yang lainnya. Tidak konsistennya komponen penilaian tersebut akan menghambat kemampuan investor untuk mengadopsi, menggabungkan, dan mengimplementasikan environment, social, and governance.
Jika sederet tantangan dan hambatan tersebut bisa segera teratasi, bukan tidak mungkin investasi ESG akan kembali tumbuh pesat di masa mendatang. Pada hakikatnya, implementasi prinsip berkelanjutan memiliki dampak yang positif pada pembangunan masa depan. Integrasi ESG akan membuat perusahaan lebih bertahan lama atau jangka panjang. Prinsip-prinsip environment, social, and governance akan membuat investor tak hanya melihat bisnis dari segi profitabilitas, tetapi juga dampak bagi lingkungan, dan sosial.