Dilarang keras digunakan sebagai senjata perang, dampak bom fosfor putih sangat mematikan dan merusak lingkungan.
ESG Indonesia – Sejak tercantum dalam Konvensi Jenewa 1980, bom bosfor putih merupakan hal yang dilarang keras digunakan dalam medan perang. Tak hanya mematikan, bom fosfor putih bahkan dapat merusak dan menghancurkan lingkungan.
Bagaimana tidak, senjata fosfor putih yang mengandung kandungan zat beracun seperti lilin yang terbakar pada suhu lebih dari 800 derajat Celcius tersebut dinilai dapat melelehkan logam. Api dan panas yang sangat tinggi inilah yang menyebabkan fosfor putih sangat berbahaya ketika bersentuhan dengan kulit manusia.
Penggunaan bom fosfor putih pada alat senjata jelas dilarang dalam hukum humaniter internasional. Menurut Protokol III Konvensi Senjata Konvensional 1980 menyebutkan bahwa penggunaan bahan yang memicu pembakaran atau penggunaan bahan lain untuk menyerang penduduk sipil dilarang. Meski bom tersebut tidak secara langsung dilarang oleh konvensi internasional, namun penggunaannya pada sipil yang padat dianggap ilegal oleh banyak pakar hukum.
Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melarang penggunaan bom fosfor untuk digunakan karena dinilai sangat berbahaya bagi lingkungan bahkan dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Pasalnya, karakter fosfor putih yang memiliki kemampuan membakar yang sangat kuat.
Namun, senjata terlarang tersebut pun baru-baru ini menjadi sorotan dunia setelah adanya serangan yang dilancarkan Israel ke Gaza, Palestina. Israel dituduh menggunakan bom fosfor putih di medan perang karena tim medis Palestina menyebut banyaknya korban yang berjatuhan akibat bom fosfor putih.
Merusak Lingkungan untuk Jangka Panjang
Bom fosfor begitu berbahaya karena benar-benar mematikan kehidupan manusia. Tidak hanya merusak tubuh manusia, namun juga merusak lingkungan sekitar.
Fosfor putih memiliki efek merusak lingkungan dan juga tanaman, bahkan dapat berada di dalam tanah selama beberapa tahun tanpa perubahan apa pun. Kandungan fosfor putih dapat merusak hutan karena mudah terbakar.
Pakar polusi udara dan Kepala Departemen Kimia di Universitas Saint Joseph di Beirut, Charbel Afif, menjelaskan bahwa fosfor dapat menyusup ke dalam tanah, membahayakan ekosistem bawah tanah dan berdampak buruk pada pertanian.
Lahan yang terkena dampak fosfor putih bahkan bisa mengalami kemandulan atau mungkin tidak dapat digunakan selama beberapa bulan. Padahal, masyarakat Gaza sudah mengalami masalah salinitas tanah yang disoroti oleh Program Lingkungan Hidup PBB dalam laporan 2020.
Selain itu saat memasuki air, fosfor putih meningkatkan kadar fosfat pada air, mengakibatkan eutrofikasi dan pertumbuhan alga. Dampak dari hal ini bisa sangat lama, setidaknya berbulan-bulan, dan menjadikan habitat tidak ramah bagi ikan. Di sisi lain, banyak warga Gaza yang bergantung pada perikanan sebagai mata pencaharian dan makanan sehari-hari.
Oleh sebab itu, penggunaan bom fosfor putih lebih lanjut bisa memberikan dampak yang sangat parah bagi kehidupan masa depan. Ketika lahan pertanian rusak dan air tercemar, hal tersebut berkontribusi terhadap wabah penyakit dan polusi, serta menghambat mitigasi perubahan iklim dan pengelolaan limbah.
Dampak Bom Fosfor terhadap Manusia
Bom fosfor dapat membakar kulit hingga ke tulang. Selain itu, fosfor putih juga dapat diserap oleh tubuh sehingga menyebabkan disfungsi pada banyak organ, termasuk hati, ginjal, dan jantung.
Fosfor putih dapat menempel di banyak permukaan seperti pakaian, parahnya lagi fosfor putih dapat menyala kembali jika bersentuhan dengan kulit. Selain itu, bahan kimia ini juga bisa mematikan jika terhirup. Asap dari fosfor putih bisa sangat mengiritasi mata yang menimbulkan sensitif terhadap cahaya.
Bagi para penyintas serangan bom fosfor, terdapat jaringan parut luas yang mengencangkan jaringan otot dan menyebabkan cacat fisik. Trauma akibat serangan tersebut, perawatan menyakitkan setelahnya, dan bekas luka yang mengubah penampilan menyebabkan kerugian psikologis dan pengucilan sosial.
Bom bosfor putih jelas mengancam keberlangsungan makhluk hidup di bumi. Tak hanya manusia dan hewan tapi juga lingkungan. Namun sayang, meski dampaknya cukup dahsyat dan mengerikan bagi kehidupan, tapi masih ada negara yang tetap menggunakannya sebagai “senjata terlarang” di medan perang.