Penerapan keuangan berkelanjutan berbasis ESG masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai keberlanjutan yang optimal.
ESG Indonesia – Sistem keuangan berkelanjutan berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance) menjadi salah satu pilar utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goalsatau SDGs). Di Indonesia, konsep ini semakin mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya urgensi untuk mengintegrasikan aspek keberlanjutan ke dalam keputusan investasi. Meski demikian, penerapan keuangan berkelanjutan berbasis ESG masih menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai keberlanjutan yang optimal.
ESG Indonesia akan membahas tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasi sistem keuangan berkelanjutan berbasis ESG di Indonesia, dilengkapi dengan hasil riset dan wawancara dengan para ahli.
1. Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran Pelaku Keuangan
Salah satu tantangan utama dalam sistem keuangan berbasis ESG adalah rendahnya pemahaman pelaku keuangan, baik dari sisi lembaga keuangan, pemerintah, maupun investor. Banyak pihak masih memandang ESG sebagai tambahan opsional, bukan elemen strategis dalam bisnis.
2. Minimnya Regulasi dan Standar yang Konsisten
Meski pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan seperti POJK No. 51/2017 tentang Keuangan Berkelanjutan, standar pelaporan ESG di Indonesia masih belum seragam. Hal ini membuat sulit bagi investor untuk mengevaluasi kinerja ESG suatu perusahaan secara konsisten. Menurut laporan PwC Indonesia (2023), hanya 45% perusahaan di Indonesia yang memiliki laporan keberlanjutan sesuai dengan standar internasional seperti GRI (Global Reporting Initiative).
3. Greenwashing
Greenwashing, atau klaim palsu tentang keberlanjutan, menjadi tantangan serius dalam sistem keuangan berbasis ESG. Beberapa perusahaan memanfaatkan tren ESG untuk menarik investor tanpa benar-benar mengimplementasikan prinsip keberlanjutan.
4. Ketimpangan Infrastruktur di Daerah
Keuangan berkelanjutan berbasis ESG seringkali terhambat oleh keterbatasan infrastruktur di luar kota-kota besar. Proyek-proyek ramah lingkungan, seperti energi terbarukan atau pengelolaan limbah, membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, yang sayangnya belum merata di Indonesia.
5. Risiko Ketidakpastian Ekonomi Global
Krisis ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik dapat mengurangi minat investor terhadap investasi berbasis ESG, khususnya di pasar negara berkembang seperti Indonesia.
6. Rendahnya Insentif untuk Investor
Insentif pemerintah, seperti pajak atau subsidi, untuk mendorong investasi berbasis ESG masih terbatas. Hal ini membuat investor lebih memilih investasi konvensional yang dianggap lebih cepat memberikan keuntungan.
7. Keterbatasan Data dan Teknologi
Sistem keuangan berbasis ESG memerlukan data yang akurat untuk menilai dampak sosial, lingkungan, dan tata kelola perusahaan. Namun, banyak perusahaan di Indonesia belum memiliki teknologi atau sistem pelaporan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan ini.
Strategi Mengatasi Tantangan
1.Edukasi dan Literasi Keuangan Berkelanjutan
Meningkatkan pemahaman tentang ESG di kalangan pelaku keuangan melalui seminar, pelatihan, dan kampanye publik.
2.Penguatan Regulasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia perlu memperkuat regulasi, seperti mewajibkan pelaporan ESG dengan standar internasional dan memberikan sanksi bagi pelaku greenwashing.
3.Pengembangan Infrastruktur
Pemerintah harus mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung keberlanjutan, seperti jaringan energi terbarukan dan sistem pengelolaan limbah.
4.Peningkatan Insentif
Memberikan insentif pajak dan akses pembiayaan murah untuk mendorong investasi hijau.
5.Kolaborasi Multi-Stakeholder
Melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil dalam menciptakan ekosistem keuangan berkelanjutan yang inklusif.
Sistem keuangan berkelanjutan berbasis ESG memiliki potensi besar untuk mendukung transformasi ekonomi hijau di Indonesia. Namun, tantangan seperti rendahnya pemahaman, greenwashing, dan keterbatasan infrastruktur harus segera diatasi. Dengan regulasi yang kuat, edukasi yang masif, dan insentif yang tepat, Indonesia dapat menjadi contoh sukses dalam implementasi keuangan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.