Ekonomi keantariksaan (space economy) merupakan isu yang menjadi fokus duniainternasional.Kolaborasi antara negara-negara regional Asia-Pasifik diyakini dapat mempercepat ekonomi keantariksaan untuk pembangunan berkelanjutan.
Pemanfaatan teknologi antariksa di Indonesia, baik di sektor hulu maupun hilir, telah dimanfaatkan secara luas dan berdampak secara ekonomi. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, pemanfaatan teknologi keantariksaan sendiri telah dimanfaatkan dalam berbagai sektor pembangunan, di antaranya di bidang telekomunikasi, penginderaan jauh, penelitian, dan lainya.
“Space economy dan teknologi keantariksaan ke depan di estimasi akan menjadi teknologi kunci masa depan dan berkontribusi terhadap pencapaian pembangunan berkelanjutan. Salah satunya, melalui kontribusi terhadap penciptaan pendapatan nasional (Gross Domestic Product/GDP), peningkatan kesejahteraan masyarakat, tenaga kerja, efisiensi, peningkatan kualitas lingkungan, dan sebagainya,” kata Handoko dalam keterangan resminya.
Adapun konsep ekonomi keantariksaan (space economy) menekankan pada kontribusi yang dapat atau telah diperoleh dari pemanfaatan teknologi keantariksaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konteks langsung merujuk pada manfaat nyata (tangible) dan tidak berwujud (intangible) yang diperoleh dari kegiatan komersial keantariksaan. Sedangkan tidak langsung merujuk pada manfaat yang diperoleh dari sektor lain yang ditunjang oleh teknologi keantariksaan, sehingga memberikan kontribusi kepada negara.
“Masa depan ekonomi Indonesia, salah satunya harus berbasis keantariksaan. Apalagi, Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan yang dilewati garis ekuator,” pungkasnya.
Menyadari komitmen Indonesia terhadap kegiatan Asia-Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF)-29 dan ekonomi keantariksaan, lanjut Handoko, maka tema yang diangkat adalah “Accelerating Space Economies through Regional Partnership“.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kerja sama dan kolaborasi antara negara-negara di wilayah Asia-Pasifik dalam bidang keantariksaan. Selain itu juga menjadi ajang dalam mempromosikan kegiatan keantariksaan antar negara Asia-Pasifik, dan membangun kerja sama yang kuat antar pemangku kepentingan, baik pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat luas.
Handoko mendorong seluruh pelaku antariksa yang hadir memanfaatkan momen terbaik ini dalam menjalin kerja sama dan membentuk kemitraan regional yang bermanfaat. “Karena antariksa tidak memiliki batasan untuk eksplorasi. Sektor antariksa juga memberikan kemungkinan yang tidak terbatas untuk pembangunan ekonomi,” ucap dia.
Forum tahunan keantariksaan ini dihadiri oleh seluruh negara di Asia-Pasifik dari berbagai kalangan, seperti pemerintah, industri/swasta, akademisi, organisasi penelitian, dan individu. Namun, ungkap Handoko, kita harus menyadari bahwa percepatan ekonomi keantariksaan membawa bahaya tersendiri yang akan menjadi faktor pembatasnya, yaitu lalu lintas antariksa (space traffic).
“Saya yakin, kemitraan regional dapat diarahkan untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Pengelolaan lalu lintas antariksa juga bisa menjadi industri tersendiri karena permintaannya yang sangat tinggi,” ujar Handoko.
“Saya juga ingin menegaskan kembali tujuan-tujuan penting dari setiap sesi pleno pertemuan APRSAF. Pertama, berbagi dan memperbarui informasi mengenai kegiatan dan rencana masa depan masing-masing negara di kawasan Asia dan Pasifik. Kedua, berdiskusi dan mencari peluang baru kerja sama internasional antar anggota APRSAF,” tutupnya.