Sabtu, 12 Okt 2024

Smart Grid, Jurus RI Kejar Target Bauran Energi 23% pada 2025

Smart Grid dinilai bisa menjawab tantangan lokasi sumber potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang jauh dari masyarakat ataupun ke pusat ekonomi, sehingga akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses listrik dari energi hijau dengan harga yang terjangkau.

ESG Indonesia – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sangat besar, sehingga harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, yang merupakan PLTS terbesar se-Asia Tenggara, di Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, Kamis (9/11). Jokowi mengatakan, pembangkit listrik berbasis EBT memiliki tantangan tersendiri karena memiliki sifat intermitten, atau bergantung pada kondisi cuaca.

“Misalnya pada pembangkit surya atau juga pembangkit bertenaga angin, dalam prosesnya ada tantangan cuaca memang, tapi bisa kita atasi dengan membangun Smart Grid,” ujar Jokowi.

Dengan menggunakan smart grid, sambungnya, apabila cuaca sedang berubah-ubah, listrik tetap stabil dan tidak akan terjadi kendala yang mengganggu penyediaan tenaga listrik.

Selain itu, Smart Grid juga akan bisa menjawab tantangan lokasi sumber potensi EBT yang jauh dari masyarakat ataupun ke pusat ekonomi. Sehingga akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan akses listrik dari energi hijau dengan harga yang terjangkau.

“Solusinya kita bisa bangun transmission line dan nantinya setiap potensi EBT di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi bisa kita salurkan ke pusat-pusat ekonomi,” tambahnya.

Smart grid juga akan menguatkan komitmen pemerintah dalam mengejar target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025. “Kita harapkan akan semakin banyak EBT di negara kita, baik surya, hidro, geotermal dan angin, saya kira kalau terus konsisten kita laksanakan seperti akan sangat baik,” tutup Jokowi.

EBT energi terbarukan
ilustrasi energi terbarukan. (pixabay)

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meyakini bahwa dengan pembangunan smart grid akan memberikan pemeretaan akses listrik bagi masyarakat yang tinggal di wilayah 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar).

“Teknologi Smart Grid tidak terbatas hanya pada Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk otomasi sistem kelistrikan yang efisien di daerah 3T dengan memanfaatkan energi terbarukan setempat melalui konsep Smart Micro Grid,” jelas Arifin.

Menurut Arifin, topografi Indonesia bukan dianggap sebagai hambatan bagi Pemerintah dalam menyediakan akses listrik ke masyarakat. “Beberapa stategi dalam penyediaan listrik bisa dilakukan secara on grid maupun offgrid,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT. PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan PLN akan mengusung pemanfaatan smart grid dan pembangunan jaringan transmisi antarpulau dengan strategi Accelerated Renewable Energy Development (ARED) yang bisa meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan sebesar 75 persen atau setara 61 gigawatt (GW) hingga tahun 2040.

Strategi tersebut dilakukan melalui pembangunan green enabling transmission line yang akan menghubungkan potensi EBT di daerah terpencil dengan pusat beban listrik. Infrastruktur juga dilengkapi dengan smart grid mulai dari pembangkitan, transmisi hingga distribusi. Langkah ini menjadi solusi dari tantangan intermitensi pada pembangkit listrik, sehingga pasokan listrik dapat tetap andal dan berkelanjutan.

“Kita dapat meningkatkan penggunaan pembangkit tenaga surya dan angin dari hanya 5 GW menjadi 28 GW hingga 2040. Kami akan melakukan best effort mengeksekusi arahan Bapak Presiden. Kami siap menjalankan transisi energi demi memastikan kehidupan masa datang lebih baik,” tandasnya.

EBT energi terbarukan
ilustrasi EBT (energi baru terbarukan) (pixabay)

Strategi Percepatan Transisi Energi

Listrik merupakan jantung perekonomian Indonesia, dan menjadi penggerak untuk memastikan Indonesia menjadi salah satu negara maju di tahun 2045 mendatang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen penuh untuk menyediakan listrik bersih dan terjangkau, serta dapat mencapai target Net Zero Emission di tahun 2060, melalui berbagai strategi percepatan transisi energi.

“Beberapa strategi Kementerian ESDM, yang pertama memastikan bahwa kita di tahun 2060 masuk menjadi NZE. Yang kedua adalah memastikan bahwa penyediaan listrik juga tidak hanya dari sisi bagaimana ini harus terjangkau, bagaimana ini harus bersih, tetapi juga sejalan dengan ketersediaan dari yang ada, khususnya dari sisi sumber dayanya,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dala keterangan resminya.

Kementerian ESDM juga telah menyusun upaya percepatan penyediaan energi bersih, terutama energi terbarukan, yang potensinya besar, lengkap, dan tersebar di seluruh Indonesia. Jenis sumber energi terbarukan juga bervariasi, beragam, dan tidak bertumpu pada satu atau dua jenis saja.

“Ini yang akan memastikan bahwa proses-proses dari transisi energi ini dapat juga memastikan dari sisi ketahanannya. Kita nanti akan melakukan diversifikasi dari sisi pemanfaatan EBT. Kami juga lakukan percepatan dari sisi penyediaan EBT. Sudah tersedia sekarang adalah RUKN di Kementerian ESDM, RUPTL yang dilakukan secara khusus untuk PLN, dan juga untuk RUPTL yang lain, pemegang wilayah usaha, juga memastikan bahwa pemanfaatan EBT juga menjadi prioritas,” ujar Dadan.