Polusi plastik harus ditangani secara serius mulai dari hulu, tengah, hingga hilir. Masing-masing negara ASEAN harus mengembangkan standar untuk meningkatkan model bisnis reuse atau refill sebagai alternatif untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai.
Negara-negara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) terus berkomitmen mengatasi persoalan lingkungan hidup. Anggotanya diharapkan dapat menjadi episentrum pertumbuhan inklusif pengelolaan plastik yang memberikan dampak positif pada beberapa aspek penting yaitu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan aspek ekonomi dan sosial melalui penerapan konsep ekonomi sirkular.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ary Sudijanto, dalam pertemuan ASEAN Coordination Meeting on Intergovernmental Negotiating Committee (INC) Plastic Pollution yang digelar bulan ini.
Pertemuan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mengidentifikasi commonalities terkait plastic pollution atau polusi plastik serta menyiapkan ASEAN Member States (AMS) untuk menghadapi pertemuan INC-3 di Nairobi Kenya. Sejak tahun 2022, United Nation on Environmental Assembly (UNEA) mulai melakukan negosiasi untuk menyusun Internasional Legally Binding Instrument (ILBI) untuk mengatasi polusi plastik.
Ary Sudijanto menegaskan bahwa AMS mendukung dalam memenuhi komitmen ILBI. Isu prioritas seperti EPR-Extended Producer Responsibility, single use plastic banned, plastic credit, dan perdagangan limbah plastik regional dapat didorong sebagai langkah konkret kontribusi ASEAN.
Dalam kesempatan itu juga dipaparkan pengalaman NIVA (Norwegian Institute for Water Research) yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang penanganan polusi plastik, menyampaikan bahwa secara menyeluruh rancangan ILBI Zero Draft on Plastic Pollution mencakup upaya dan kendali yang harus dilakukan mulai dari hulu, tengah, dan hilir.
Selain itu, penerapan Extended Producer Responsibilities (EPR) di negara berkembang mendapat banyak tantangan. Pertama, bagaimana fasilitas dan infrastruktur pengumpulan sampah plastik bisa menjangkau seluruh wilayah terkecil. Kedua, tantangan dari sisi produsen yang wajib menerapkan EPR seperti standar kemasan dan perdagangan plastik.
Pada pertemuan tersebut, Negara-negara ASEAN sepakat untuk menggalang aksi kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak untuk bersama-sama mengatasi masalah pencemaran plastik dan menentukan langkah konkret ASEAN terhadap proses INC. ASEAN memiliki Regional Action Plan to tackle Plastic Pollution (2021–2025) yang pada prinsipnya selaras dengan zero draft International Legally Binding Instrument (ILBI) on Plastic Pollution.
Indonesia sebagai Ketua ASEAN juga menginisiasi konferensi ASEAN Conference for Combating Plastic Pollution (ACCPP) yang dilaksanakan pada 17 Oktober 2023 di Jakarta. Konfrensi ini bertujuan mengeksplorasi potensi inisiatif dalam penguatan peran negara anggota ASEAN guna mendukung upaya penanganan polusi plastik, termasuk di laut.
Ary Sudjianto menambahkan, konfrensi ini merupakan kesempatan strategis untuk menggalang rekomendasi demi menemukan kondisi regional yang memungkinkan mengatasi pencemaran plastik dan mengharmonisasikan misi AMS dalam menghadapi negosiasi zero-draft Global Plastic Treaty pada INC-3.
Sementara itu, Direktur Penanganan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, merekomendasikan lima poin untuk menangani polusi plastik. Pertama, mendukung kerja sama ASEAN pada AWGESC untuk menggabungkan tingkat daur ulang sebagai salah satu kriteria Penghargaan Kota Berkelanjutan. Kedua, mengembangkan standar di masing-masing negara ASEAN dan standar regional ASEAN untuk meningkatkan model bisnis reuse atau refill sebagai alternatif untuk mengurangi konsumsi plastik sekali pakai.
Ketiga, memainkan peran penting untuk menyuarakan suara dan posisinya sebagai kawasan yang memiliki banyak kesamaan, dalam proses negosiasi ILBI mengenai polusi plastik. Keempat, menetapkan standar kemasan plastik yang dapat didaur ulang untuk mengatasi masalah sampah bernilai rendah. Kelima, mengintegrasikan ekonomi sirkular ke dalam sistem perdagangan, keuangan dan investasi, dengan menetapkan insentif ramah lingkungan bagi sektor swasta.