Pariwisata berkelanjutan bukanlah program baru di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan banyaknya destinasi wisata hijau yang masih bertahan hingga kini.
ESG Indonesia – Saat ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tidak lagi fokus mengejar angka kunjungan wisatawan di Indonesia saja, tapi lebih fokus pada usaha mendorong pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism di Indonesia.
Sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan adalah pengembangan konsep berwisata yang dapat dapat memberikan dampak jangka panjang. Baik itu terhadap lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi untuk masa kini dan masa depan bagi seluruh masyarakat lokal maupun wisatawan yang berkunjung.
Dalam hal ini, Kemenparekraf berkesempatan menyampaikan sejumlah langkah percepatan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia pada ASEAN Tourism Forum (ATF) 2024 yang berlangsung di Vientiane, Laos pada 23-27 Januari 2024.
Kemenparekraf berupaya menunjukan upaya Indonesia dalam menjaga keberlanjutan lingkungan serta tradisi dan budaya yang menjadi daya tarik utama sektor pariwisata melalui partisipasi aktif dalam serangkaian acara ATF 2024, salah satunya dengan menghadiri NTO’s (National Tourism Organisation) Media Briefing ASEAN Tourism Forum 2024.
Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf, Ni Made Ayu Marthini, mengatakan pengembangan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan tengah menjadi prioritas pemerintah Indonesia.
“Berbagai upaya pun dihadirkan, baik meluncurkan program, strategi hingga kebijakan demi mewujudkan pariwisata hijau atau green tourism,” kata Made saat menghadiri NTO’s Media Briefing ASEAN Tourism Forum 2024 di Vientiane, Laos, Rabu (24/1/2024).
Sebagai contoh, menerapkan kebijakan pungutan bagi wisatawan mancanegara dengan membayar kewajiban sebesar Rp150.000 atau 10 dolar AS.
Biaya yang dibebankan kepada wisatawan mancanegara tersebut sebagai biaya pelestarian budaya, kelestarian lingkungan, dan penanganan sampah di destinasi wisata di wilayah Bali. Kebijakan itu akan diberlakukan di wilayah Bali, Indonesia mulai 14 Februari 2024.
“Upaya itu diterapkan agar wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali turut berkontribusi dalam upaya melestarikan budaya kita, konservasi alam, dan juga konservasi lingkungan dan budaya,” ujar Made.
Lebih lanjut, Ni Made mengatakan Kemenparekraf juga tengah menyiapkan desa wisata berkelanjutan, penerapan standardisasi dan sertifikasi CHSE, kampanye zero waste, no plastic, dan carbon footprint calculation and offsetting serta implementasi dan rencana aksi bersama untuk industri pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
“Karena dalam mewujudkan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan kita perlu merangkul berbagai pihak,” jelas Made.
Selain itu, Kemenparekraf juga telah membuat suatu pedoman bagi wisatawan khususnya mancanegara mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan (do and don’t) wisatawan, saat berkunjung ke destinasi maupun sentra ekonomi kreatif di Bali.
“Traveling guide do and don’t itu harus kita sampaikan kepada wisatawan yang berkunjung ke Bali. Bahwa ketika melakukan perjalanan wisata tentu ada kearifan juga penghormatan kepada adat istiadat daerah setempat yang perlu kita taati,” ujarnya.
Di sisi lain, Kemenparekraf juga membuat sebuah kebijakan yang dapat menjadi landasan atau acuan dalam penerapan pariwisata berkelanjutan yakni Permenparekraf Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari. Kemudian, Permenparekraf Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Berkelanjutan.
“People dan planet adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Lingkungan yang lestari sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk menjaganya,” tutur Made.
Dalam kesempatan itu, Ni Made juga menyampaikan capaian sektor pariwisata Indonesia sepanjang 2023. Di mana 2023 merupakan tahun yang penuh tantangan karena baru di pertengahan tahun, pandemi COVID-19 dinyatakan berakhir dan masuk ke fase endemi.
Adapun capaian sektor parekraf di 2023, diungkapkan Ni Made diantaranya nilai devisa pariwisata pada Januari hingga Juni 2023 sebesar 6,08 miliar dolar AS. Kemudian nilai ekspor produk ekonomi kreatif pada Januari hingga Juni 2023 sebesar 11,82 miliar dolar AS.
Jumlah kunjungan wisman pada Januari-November 2023 sebanyak 10,4 juta kunjungan wisman. Untuk perjalanan wisatawan domestik pada Januari-Oktober 2023 sebanyak 688,78 juta perjalanan.
Sementara, target untuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia di 2024 yakni nilai devisa pariwisata sebesar 7,38-13,08 miliar dolar AS, nilai ekspor produk ekonomi kreatif 27,53 miliar dolar AS, jumlah kunjungan wisman 9,5-14,3 juta, dan jumlah perjalanan wisatawan domestik sebesar 1,25 -1,5 miliar perjalanan.
“Mudah-mudahan target-target di 2024 ini dapat kita capai lebih baik dari tahun-tahun sebelumanya. Tentunya demi kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” tutup Made.
Ikuti Travex 2024
Selain berpartisipasi dalam NTO’s Media Briefing ASEAN Tourism Forum 2024, Indonesia melalui Kemenparekraf membawa 13 perwakilan dari travel agent/tour operator untuk berpartisipasi dalam Travex 2024. Perwakilan tersebut berasal dari wilayah Bali, Bandung, Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Riau.
Dalam Travex 2024, Kemenparekraf menghadirkan paviliun Wonderful Indonesia dengan Borobudur sebagai tema utama dan Desa Wisata Candirejo sebagai destinasi utama yang akan ditawarkan kepada para buyers.