Percepat transisi energi, Indonesia perkuat kolaborasi dengan Finlandia.
ESG Indonesia – Menteri ESDM, Arifin Tasrif menyampaikan bahwa keahlian dan teknologi canggih Finlandia di sektor energi bersih serta efisiensi energi dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada jalur Net Zero Emission (NZE) Indonesia dan mewujudkan tujuan bersama untuk memajukan mitigasi iklim global.
“Kami menyadari bahwa Finlandia sebagai negara yang kaya, sumber pengetahuan dan teknologi, sementara Indonesia kaya akan populasi dan sumber daya alam. Kombinasi semacam ini dapat memperkuat hubungan antara Indonesia dan Finlandia,” ujar Arifin.
Hal itu diungkapkan Arifin Tasrif pada acara Smart Energy Working Group Day yang digelar di Ruang Sarulla, Kementerian ESDM, Selasa, (30/1/2024).
Kegiatan Working Group ini dibagi kedalam 2 sesi diskusi panel, dimana Sesi panel pertama mengusung tema Energy Transition and Carbon Neutral dan menghadirkan perwakilan beberapa perusahaan energi asal Finlandia seperti Wartsilla, Virta Global, dan Kempower sebagai panelis.
Sementara untuk sesi panel kedua mengusung tema terkait Green Building dan menghadirkan perwakilan perusahaan Finlandia seperti Peikko, Molok, Helvar dan Nokia yang akan membahas terkait bangunan, sarana dan prasarana, serta terkait waste managements.
Dalam acara tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menyampaikan apresiasinya kepada Finlandia sebagai salah satu negara yang terus konsisten dalam membangun hubungan bilateralnya dengan Indonesia, terutama dalam hal mewujudkan NZE.
“Saya harap kita dapat memperluas hubungan ini menjadi kolaborasi yang lebih luas, terutama pada sektor energi,” tuturnya.
Working Group tersebut juga dihadiri oleh Menteri Kerjasama Ekonomi Finlandia, Mr. Wille-Werner Rydman, Duta Besar Finlandia untuk Indonesia Mr. Pekka Kaihilahti, CEO Bisnis Finlandia, Mrs. Nina Kopola, dan juga beberapa delegasi Finlandia lainnya.
Transisi Energi
Dalam mewujudkan NZE, Indonesia terus mempercepat transisi energi menuju energi bersih yang ramah lingkungan. Hal itu sekaligus merupakan respon bangsa Indonesia terhadap masyarakat global.
Transisi energi juga bukan semata-mata hanya permasalahan lingkungan saja, namun lebih jauh lagi untuk menjaga daya saing produk dalam negeri dengan negara lain. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana dalam keterangan resminya.
“Saya mendefinisikan transisi energi dari sisi pemerintah. Menurut kami, menurut ESDM transisi energi ini adalah suatu kebijakan dari pemerintah untuk merespon apa yang terjadi di global. Jadi kita merespon, global itu inginnya seperti ini. Tujuannya adalah untuk tetap menjaga daya saing kita. Jadi saya memberikan planning-nya sesuatu yang sangat umum untuk semua. Bukan keperluannya ESDM, bukan keperluannya lingkungan saja,” tutur Dadan.
Pemanfaatan produk energi bersih, sambung Dadan, dalam proses produksinya akan menjadi sebuah persyaratan masyarakat global dengan konsekuensi pajak lebih tinggi jika dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi tinggi.
“Kita harus bisa juga bersaing dengan negara-negara lain untuk tetap menjaga market kita, misalkan di Eropa. Asia sekarang mulai menerapkan prinsip-prinsip energi bersih. Jadi, jadi kira-kira tujuan besarnya seperti itu, jangan dibalik. Justru kita mendorong kemanfaatan energi terbarukan, kita ingin meningkatkan daya saing kita,”ujar Dadan.
Beberapa negara dilaporkan sudah meminta pajak yang tinggi untuk produk-produk yang terbukti menggunakan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan dan sebaliknya yang memiliki sertifikat penggunaan energi bersih untuk menghindari pajaknya.
“Saya dengar, Eropa itu akan mulai menerapkan carbon border tax-nya dua tahun lagi. Kan tidak lama, 2026 itu tidak lama untuk sebuah industri memastikan bahwa nanti akan bisa masuk ke sana. Nanti misal ada produk dari Indonesia, masuk, diekspor ke sana, ditanya.. Maksudnya ditanya itu pasti ada sertifikasi, ada segala macam ini prosesnya menggunakan energinya seperti apa? Karbonnya seperti apa? Ketemu misalkan nih, untuk produknya kalau 1 ton menggunakan apa, mengeluarkan emisinya sekian nanti disana ada batas batasnya itu batas maksimumnya sekian, kalau terlewati boleh produknya masuk kesini saya kasih pajak tambahan, sehingga barang yang diproduksi bertambah harganya,” jelasnya.
Dengan ilustrasi di atas, maka tentu saja harga produk yang dalam prosesnya menggunakan energi dengan emisi yang tinggi akan lebih mahal harganya dibandingkan dengan produk yang sama namun menggunakan energi yang ramah lingkungan dalam proses produksinya karena perbedaan besaran pajak emisinya.