Selama masa transisi energi, Indonesia masih andalkan energi fosil
ESG Indonesia – Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra mengatakan Kementerian ESDM akan tetap menggunakan energi fosil sebagai sumber sementara, selama masa transisi menuju Net Zero Emission (NZE) di Indonesia.
“Kita tidak hanya membahas lingkungan, tapi kita juga perlu mempertimbangkan ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan,” ujarnya saat cara Carbon Digital Conference (CDC) 2023 3, yang diselenggarakan oleh Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA) bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, International Emission Trading Association (IETA), dan Price Waterhouse Coopers (PwC), bertempat di Hotel Apurva Kempinski, Bali (08/11).
Penggunaan EBT di Indonesia Belum Bisa 100 Persen
Mirza menyampaikan bahwa minyak dan gas serta batu bara menjadi sumber perantara untuk transportasi sebelum digantikan oleh kendaraan listrik.
“Selain itu, gas bumi sebagai energi yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi dan batu bara, juga dapat dimanfaatkan sebagai transisi sebelum beralih 100% ke Energi Terbarukan (RE) pada pembangkit listrik,” lanjut Mirza.
CDC 2023 menyoroti peran pasar karbon dan solusi digital dalam memajukan aksi iklim, dan membahas tantangan ke depan serta peluang yang tersedia di kawasan ini. Acara ini mempertemukan para ahli terkemuka, peneliti, profesional industri, pengembang proyek, lembaga keuangan, dan pembuat kebijakan dari seluruh dunia untuk berbagi pengetahuan, bertukar ide, dan mendorong kolaborasi.
Khususnya, CDC bertujuan untuk menampilkan praktik-praktik baru dan inovatif di lapangan, dan membantu memfasilitasi kemitraan baru dan diperkuat di antara para pelaku pasar karbon di kawasan ini dan sekitarnya.
Tujuan Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 diumumkan pada Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim PBB (COP 26) pada tahun 2021.
Pencapaian target ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang memerlukan tindakan nyata dan berkelanjutan di seluruh sektor energi, dan penerapan berbagai teknologi dan praktik energi bersih.
Secara umum, lanjut Mirza, transisi menuju emisi nol bersih memerlukan perubahan yang dapat dikategorikan ke dalam empat pilar yaitu Peningkatan intensitas energi yang membantu mengurangi biaya transisi, dekarbonisasi pembangkit listrik untuk mengurangi emisi langsung di sektor ketenagalistrikan, peralihan ke bahan bakar rendah emisi pada penggunaan akhir dan penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture Utilization Storage/CCUS) yang mengurangi emisi dari industri yang emisinya sulit dikurangi.
“Saya ingin menyampaikan apresiasi yang luar biasa kepada IDCTA atas upayanya dalam menyelenggarakan konferensi ini sebagai forum para pemangku kepentingan dan pakar. Dalam forum ini, kita bisa saling bertukar informasi terkait kebijakan, regulasi, dan infrastruktur,” ujarnya.
“Semoga kita dapat menjajaki dan melanjutkan kolaborasi dalam mendukung dekarbonisasi dan transisi energi menuju Net Zero Emission Indonesia dan Global,” pungkas Mirza.