Pengenaan pajak karbon memberikan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan.
ESG Indonesia – Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh dalam memerangi perubahan iklim, salah satunya dengan penerapan pajak karbon. Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga terus mendukung implementasi kebijakan ramah lingkungan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal tersebut di sampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, dalam Talkshow Rangkaian Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) yang ke-77 tahun 2023.
Wamenkeu menyampaikan bahwa anggaran tersebut nantinya bukan hanya anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja, tapi anggaran seluruh APBN yang dipakai untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Istilah resminya budget tagging, yang mana yang merupakan mitigasi dan adaptasi.
Lebih lanjut Wamenkeu menyatakan bahwa dari sisi pembiayaan, Kemenkeu menerbitkan green sukuk sebagai dukungan Indonesia dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Tujuan instrumen tersebut untuk membiayai berbagai proyek hijau yang berkontribusi pada kegiatan mitigasi perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.
Sementara itu dari sisi pendapatan, Kemenkeu menyusun kebijakan mengenai pajak karbon sebagai wujud nyata kepedulian terhadap lingkungan, dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon. Kebijakan pajak karbon tersebut bukan merupakan upaya penambahan penerimaan negara semata. Namun, sebagai suatu instrumen untuk mengurangi dampak akibat perubahan iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, dengan prinsip pelaku usaha yang tidak ramah lingkungan akan membayar.
Poin penting dari terbitnya kebijakan-kebijakan tersebut tujuan utamanya ialah untuk mengubah perilaku industri untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau rendah karbon.
Sebagai sebuah kebijakan yang sangat strategis dalam penanganan perubahan iklim, pengenaan pajak karbon memberikan sinyal kuat yang akan mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, dan ramah lingkungan.
Dalam konteks pembangunan, penerimaan negara dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.
Meskipun demikian, tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku (changing behavior) para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon. Hal ini sejalan dengan berbagai upaya pemerintah dalam rangka mencapai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam jangka menengah dan panjang.
Dalam penerapannya, pemerintah akan melakukan transisi yang tepat agar pengenaan pajak karbon tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Pengenaan pajak karbon dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi. Dengan demikian, sistem pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia bukan hanya adil (just), tapi juga terjangkau (affordable) dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat luas.
Penerapan pajak karbon dan pengembangan pasar karbon merupakan milestones penting menuju perekonomian Indonesia yang berkelanjutan, serta menjadi bukti keseriusan Indonesia dalam agenda pengendalian perubahan iklim di tingkat global. Momentum ini menjadi kesempatan berharga bagi Indonesia untuk mendapatkan manfaat penggerak pertama.
Indonesia diharapkan menjadi penentu arah kebijakan global, bukan pengikut, dalam melakukan transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan, serta akan menjadi acuan dan tujuan investasi rendah karbon, di berbagai sektor pembangunan baik di sektor energi, transportasi, maupun industri manufaktur.
Di sisi lain, Kemenkeu juga mengeleuarkan kebijakan Kemenkeu Eco-Office yang menjadi salah satu upaya Kemenkeu Peduli Bumi. Kebijakan ini untuk mewujudkan kantor Kemenkeu ramah lingkungan, serta memperhatikan prinsip green building dalam penerapan perancangan bangunan.
Tidak hanya sisi sarana dan prasana kantor, Kemenkeu juga mendorong terciptanya budaya kerja yang sadar dan bertanggung jawab terhadap lingkungan kerja (Eco-lifestyle dan peduli lingkungan), melalui tindakan nyata berupa pemilahan dan pengolahan sampah, pengurangan plastik dan kertas, penghematan sumber daya energi listrik dan air, menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang kerja.
Kemenkeu mulai melakukan penataan ruang kerja menjadi Activity Based Workplace (ABW), yang bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan energi gedung. Atas upaya tersebut, Kemenkeu telah meraih Subroto Awards Tahun 2022 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk gedung pemerintah pusat yang paling hemat energi, dan Most Zero Waste to Landfill Tahun 2022 dari Waste4Change.