Senin, 4 Nov 2024

Menyulap Sampah Menjadi Sumber Energi Kehidupan

Tak hanya bisa menjadi sumber energi, menyulap sampah juga bisa menjadi sumber ekonomi baru.

ESG Indonesia – Sampah menjadi salah satu masalah klasik di daerah perkotaan, terutama sampah rumah tangga. Baik dari sisi ragam dan peningkatan volumenya, berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk yang dibarengi dengan peningkatan ekonominya dan pola konsumsi yang berubah. Artinya, semakin banyak penduduk, bertambah banyak pula sampahnya.

Itu sebabnya, masalah sampah pun semakin serius dan telah menjadi isu nasional, terutama bagi daerah perkotaan. Lantaran  keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan, banyak sampah tidak tertangani dengan baik. Ujungnya, sampah menumpuk berakibat buruk dan menimbulkan masalah cukup pelik, seperti  longsor, pencemaran air, udara, juga berkembangnya bibit penyakit.

Mengatasi masalah tersebut, pemerintah pusat pun ikut “cawe-cawe”, yakni dengan menyodorkan berbagai kebijakan dan strategi, serta program ‘menyulap’ sampah yang efektif yang sesuai dengan masing-masing daerah yang telah mematok target pengurangan dan penanganan yang telah ditetapkan.

Ilustrasi pengelolaan sampah nasional Eco-Ranger Bootcamp. 
Ilustrasi sampah nasional. (pixabay)

Salah satu program  penanganan sampah dengan  pemanfaatan teknologi refuse derived fuel (RDF) alias mengolah atau menyulap sampah menjadi energi baru terbarukan (EBT). Contohnya ada di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Jeruk Legi, Cilacap, Jawa Tengah. Lokasi persisnya ada di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruk Legi, Cilacap. TPST tersebut menjadi model pengolahan sampah modern yang menarik perhatian dan  sempat dikunjungi Presiden Joko Widodo, pada Selasa (2/1/2024).

Keripik Sampah

Fasilitas TPST berteknologi RDF untuk masyarakat Cilacap itu dibangun sejak 2017 di atas lahan seluas 3 hekatre (ha). Program itu menggunakan mekanisme cost sharing antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kerajaan Denmark melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, serta Pemerintah Kabupaten Cilacap sendiri. Saat resmi beroperasi di 2020, TPST Jeruk Legi disebut sebagai tonggak baru pengelolaan sampah di tanah air.

Kabupaten Cilacap dipilih sebagai lokasi TPST berteknologi RDF dengan berbagai alasan. Yakni, wilayah yang memiliki luas wilayah 213.850 ha itu merupakan kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduknya hampir 2 juta jiwa.

Selain itu, daerah  itu juga merupakan daerah berkembang dengan beberapa industri strategis, yaitu kilang minyak, pabrik semen, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), serta beberapa industri lainnya dan memiliki potensi timbulan sebesar 940 ton sampah/hari.

Sampah plastik sampah nasional pengganti bahan bakar batu bara
Ilustrasi menyulap sampah jadi sumber energi. (pixabay)

Dari jumlah tersebut, sebanyak 726 ton/hari di Cilacap, berhasil dikelola dengan baik. Sisanya yang sebesar 214 ton sampah/hari menjadi tidak terkelola. Dengan indeks timbulan sebesar 0,48 kg/orang/hari, pengelolaan di Kabupaten Cilacap terlayani oleh empat tempat pemrosesan akhir (TPA), yaitu TPA Malabar, TPA Kunci, TPA Tritih Lor, serta TPA Kepudang. Karakteristik sampah Kabupaten Cilacap yaitu memiliki kadar air sebesar 57,66% dengan nilai kalori sebesar 697 kcal/kg.

Konsep pengolahan RDF Jeruk Legi, jelas Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat mendampingi Presiden Jokowi dalam kunjungannya, merupakan pengolahan sampah modern yang menjadikannya sebagai sumber energi terbarukan penganti batu bara untuk bahan bakar alternatif kilang semen/tungku pabrik semen.

Melansir indonesia.go.id, prinsip kerja konsep RDF sampah rumah tangga cukup sederhana. Intinya konsep tersebut menyulap sampah yang ada kemudian diolah alias dikeringkan guna menurunkan kadar air hingga <25% dan menaikkan nilai kalornya setelah sebelumnya dicacah terlebih dahulu untuk menyeragamkan ukurannya menjadi 2-10 cm.

Sampah ekonomi sirkular
ilustrasi pemilahan sampah. (pixabay)

Bahan pembuatan RDF berasal dari sampah segar yang datang ke TPST dengan diangkut oleh dump truck.  Setelah diketahui beratnya dari catatan di jembatan timbang, kemudian sampah dibongkar dan dituang pada area picking bay untuk dilakukan pemilahan oleh mitra pekerja lingkungan atau pemulung.

Di area tersebut, pemulung bebas memilah sampah serta mengambil barang-barang yang dapat mereka manfaatkan kembali dan diperkirakan masih bernilai ekonomis. Setelah beberapa saat berada pada tahapan pemilahan, sampah diangkut menggunakan wheel loader menuju shredder untuk dicacah.

Selanjutnya, dengan menggunakan hopper conveyor, hasil cacahan sampah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam reaktor biodrying untuk dikeringkan hingga kadar airnya di bawah 25% serta menaikkan nilai kalor yang semula di bawah 700 kcal/kg menjadi 3.200 kcal/kg.

Bukan Semata PAD

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengapresiasi pembangunan TPA Jeruk Legi yang merupakan bagian dari sistem sanitasi wilayah Cilacap dan sekitarnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan produksi sampah rumah tangga dari masyarakat.

“Kita membangun banyak TPA Sampah, dan TPA ini termasuk yang bagus. Sistem manajemen operasionalnya sudah baik, sehingga sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan perkotaan Cilacap,” kata Menteri Basuki.

Pembangunan TPST Jeruk Legi dengan sistem pengolahan RDF mulai dibangun pada 2017 dan telah diuji coba pada 2018 dengan total nilai proyek Rp84 miliar. Anggaran pembangunannya menggunakan sistem sharing antara Kementerian PUPR sebesar Rp27 miliar untuk pekerjaan konstruksi dan fasilitas pendukungnya.

Pemerintah Denmark memberikan bantuan senilai Rp44 miliar berupa peralatan mekanikal dan elektrikal, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah senilai Rp10 miliar dan APBD Pemerintah Kabupaten Cilacap berupa pengadaan tanah dan fasilitas pendukung senilai Rp3 miliar.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan, pembangunan TPST Jeruk Legi berbasis RDF dilatarbelakangi masalah pengelolaan persampahan di Kabupaten Cilacap. TPA Jeruk Legi lama yang merupakan TPA terbesar di Cilacap akan segera habis masa layanannya, sehingga perlu dicari metode alternatif pengelolaan sampahnya.

“TPST Jeruk Legi memiliki kapasitas pengolahan 200 ton sampah/hari, saat ini baru dimanfaatkan untuk mengolah sampah sebesar 150 ton/hari untuk melayani 14 kecamatan,” kata Diana.

Pengolahan sampah RDF Jeruk Legi menggunakan teknologi mechanical biological treatment (pemilahan-pencacahan-biodrying) dengan biaya operasional per tahun Rp4,2 miliar. Hasil dari pengolahan sampah berupa RDF sebesar 60 ton/hari yang dibeli oleh pabrik semen PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) sebagai offtaker, memanfaatkan sampah hasil pemilahan, pencacahan, dan pengeringan sebagai bahan bakar pengganti batu bara.

Pengoperasian TPST Jeruk Legi terbukti turut berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Cilacap sekitar Rp1,3 miliar per tahun. Namun, kata Menteri Basuki, tujuan keberadaan TPST Cilacap ini bukan untuk peningkatan PAD, melainkan untuk kualitas lingkungan yang lebih baik.

Dengan sistem RDF ini, pengolahan sampah TPST Jeruk Legi diyakini jauh lebih baik dan efisien, karena tidak memerlukan lahan yang luas sebagai penampungan sampah jika dibandingkan dengan sistem penimbunan sampah terbuka (open dumping). Selain itu, juga lebih dapat meminimalisir dampak pencemaran lingkungan karena prinsip dari pembangunan TPST ini adalah mengedepankan konsep ramah lingkungan dengan mengurangi aroma tidak sedap melalui pengeringan.