Kemenperin berharap sektor industri baja dapat menjadi contoh dalam merangkul prinsip-prinsip keberlanjutan dan berperan aktif dalam upaya meminimalkan dampak lingkungan.
ESG Indonesia – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan terus mendukung upaya para pelaku industri besi dan baja sebagai penggerak perekonomian terutama yang terkait dengan rencana aksi dekarbonisasi. Sebab industri baja memiliki peran vital dalam menyokong pertumbuhan ekonomi dan pengembangan beberapa industri penting lainnya, seperti energi, konstruksi, otomotif dan transportasi.
Seperti diketahui, dekarbonisasi di Indonesia tidak hanya sebatas kewajiban global, tetapi juga langkah krusial untuk melindungi keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, di tengah tantangan global terkait perubahan iklim, Indonesia memerlukan tindakan tegas untuk mengurangi tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK), terutama karbon dioksida. Pasalnya, sebagai negara dengan populasi besar dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, Indonesia menjadi salah satu kontributor utama emisi karbon di tingkat regional.
Kemenperin melihat sektor industri besi dan baja memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi nasional melalui penambahan nilai (added value) dan menjadi faktor pengganda (multiplier effect) dalam meningkatkan daya saing ekonomi negara. Karenanya, pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung investasi dan inovasi dalam membangun struktur industri baja melalui berbagai kebijakan.
Kemenperin mengharapkan agar The Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) Periode 2023-2025 sebagai perwakilan industri besi dan baja dapat mendukung upaya pemenuhan kebutuhan domestik akan baja, meningkatkan kualitas produk baja, dan mengambil inisiatif dalam pengembangan energi terbarukan.
Menurutnya, sektor industri baja harus menjadi contoh dalam merangkul prinsip-prinsip keberlanjutan dan berperan aktif dalam upaya meminimalkan dampak lingkungan. Menperin Agus Gumilang Kartasasmita juga berharap bahwa kebijakan-kebijakan tersebut dapat menarik investasi baru dan ekspansi di sektor industri baja serta meningkatkan harmonisasi antara industri baja dari hulu hingga hilir.
Sebelumnya, Agus Gumilang Kartasasmita telah menyampaikan bahwa sektor industri ditargetkan mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2050, atau 10 tahun lebih cepat dari target nasional. Industri baja menjadi salah satu sektor yang cukup diperhatikan dalam rencana aksi dekarbonisasi, dan isu mengenai energi terbarukan yang ramah lingkungan menjadi tantangan bagi industri baja.
IISIA dinilai memiliki visi yang sangat jauh ke depan, yaitu mengembangkan industri baja yang berdaya saing dan ramah lingkungan. Sehingga pengurus IISIA diharapkan dapat menjalankan dengan baik program kerja yang sudah dibuat dan berkolaborasi dengan Kemenperin dalam memajukan Industri Baja Nasional.
Saat ini industri logam dasar di Indonesia tumbuh sebesar 11,49% (y-on-y), didorong oleh peningkatan permintaan ekspor produk baja dan ferronickel. Sementara perkembangan neraca perdagangan produk baja tahun 2023 juga cukup menggemberikan. Tercatat selama periode triwulan I – 2023, terjadi surplus USD3,15 miliar, naik 14,6% dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2022 dengan nilai surplus USD2,75 miliar.
Sementara itu, Purwono Widodo, Chairman IISIA yang baru saja dikukuhkan berharap bahwa IISIA sebagai asosiasi binaan Kemenperin dapat menjadi mitra strategis pemerintah serta berkontribusi dalam pengembangan industri baja nasional.
“IISIA berkomitmen menyalurkan aspirasi dari anggota asosiasi terkait kebijakan-kebijakan pemerintah serta berperan aktif dalam meningkatkan hubungan kerjasama antar anggota, organisasi atau institusi besi dan baja baik tingkat regional maupun internasional,” pungkas Purwono.
Sekadar informasi, Indonesia berkomitmen untuk berjuang bersama dunia untuk mengatasi perubahan iklim. Komitmen Indonesia tersebut tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan target emisi dari 29% menjadi 31,89% dengan usaha sendiri, dan dari 41% menjadi 43,20% dengan bantuan internasional pada 2030. Enhanced NDC tersebut diselaraskan dengan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 serta visi Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai target tersebut, mulai dari mendorong aksi dekarbonisasi, mendorong pembangunan dan keuangan berkelanjutan, mempercepat transisi energi, menciptakan energi terbarukan ramah lingkungan, serta mengedepankan prinsip-prinsip ESG yakni Environment (Lingkungan), Social (Sosial), Governance (Tata Kelola) untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Bahkan pada September 2023, Indonesia baru saja meluncurkan bursa karbon, di mana pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penetapan harga karbon melalui perdagangan karbon dan pajak karbon sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).