Senin, 16 Sep 2024

Mengenal Zero Energy Building, Solusi Mitigasi Perubahan Iklim

Bangunan menjadi sektor yang paling banyak menyerap energi sebesar 40% dari sumber energi dunia. Oleh karena itu, konsep Zero Energy Building harus segera diterapkan.

ESG Indonesia – Dalam setiap pelaksanaan pembangunan bangunan gedung di Indonesia, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya terus berupaya mendorong penerapan Zero Energy Building (ZEB), yakni konsep bangunan hijau yang dapat menghasilkan energi terbarukan atau bangunan dengan konsumsi energi nol bersih.

Direktur Jenderal Cipta Karya Diana Kusumastuti mengatakan, bangunan dengan konsep Zero Energy Building harus terus digaungkan dan disosialisasikan agar pengetahuan mengenai penerapan ZEB semakin meluas.

“Mensosialisasikan konsep Zero Energy Building sebagai respon terhadap tuntutan pembangunan berkelanjutan, yang mendukung realisasi program Low Carbon Development Indonesia,” jelas Diana dalam acara bedah buku “Menuju Bangunan Zero Energy di Indonesia” di Bandung beberapa waktu lalu.

Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat di sektor pembangunan infrastruktur, ternyata juga menyebabkan bangunan gedung menjadi bagian dari beban terberat bagi keberlangsungan lingkungan hidup.

Berdasarkan data dari Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia, bangunan menjadi sektor yang paling banyak menyerap energi, yaitu sebesar 40% sumber energi dunia. Bahkan di Indonesia, sektor ini bertanggung jawab atas 50% dari total pengeluaran energi, dan lebih dari 70% konsumsi listrik secara keseluruhan.

“Karena besarnya penggunaan energi tersebut, bangunan dalam hal ini mampu berkontribusi hingga mencapai 30% dari total keseluruhan emisi gas rumah kaca. Jika dibiarkan, hal ini nantinya akan sangat mempengaruhi perubahan iklim, menyebabkan langkanya sumber energi, dan pengaruh lainnya bagi lingkungan,” tambah Diana.

rich result on google's SERP when searching for 'ESG'
Ilustrasi gedung kantor dengan konsep Zero Energy Building (Pexels)

Diana juga menyampaikan, karena tantangan penghematan energi dari sektor bangunan gedung telah lama menjadi isu bersama, Kementerian PUPR telah mengenalkan prinsip-prinsip bangunan gedung hijau untuk diimplementasikan pada seluruh tahapan pembangunan bangunan gedung.

Penerapan tersebut telah diperkuat dengan terbitnya Peraturan Menteri PUPR No 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau.

“Hal ini sebagai respon pemerintah dalam menjawab tantangan di sektor bangunan gedung yang sudah berdampak pada saat ini dan akan semakin dirasakan oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, prinsip-prinsip bangunan gedung hijau harus diimplementasikan pada seluruh tahapan pembangunan bangunan gedung. Mulai dari perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan,” ujar Diana.

Sementara Direktur Bina Teknik Permukiman dan Perumahan Direktorat Jenderal Cipta Karya Dian Irawati juga mengatakan, perlu ada upaya mitigasi perubahan iklim dengan segera mewujudkan bangunan hijau yang hemat dalam penggunaan energi, air, dan sumber daya lainnya pada bangunan gedung.

“Kementerian PUPR selalu berkomitmen untuk mewujudkan penyelenggaraan infrastruktur permukiman dan perumahan yang berkelanjutan, termasuk bangunan gedung. Hal ini sebagaimana tertuang dalam salah satu Visium Kementerian PUPR 2030 yaitu tercapainya 100% Hunian Cerdas (Smart Living),” katanya.

Sekedar informasi, buku “Menuju Bangunan Zero Energy di Indonesia” membahas tentang konsep performansi bangunan dari sisi konsumsi energi untuk mencapai Zero Energy Building (ZEB). Berbagai bentuk strategi penerapan sistem energi terbarukan untuk bangunan di Indonesia juga dikaji dalam buku ini dengan berbagai keterbatasannya baik dari sisi teknologi, ketersediaan sumber daya, jaringan energi, maupun faktor pembiayaannya.

Green Infrastructure Bangunan Hijau
Ilustrasi Zero Energy Building. (Dok. Kementerian PUPR)

Pemerintah Gaungkan Green Infrastructure

Penerapan konsep green infrastruture memang terus digaungkan oleh pemerintah agar dapat mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045,

Green  infrastructure memiliki peran penting untuk memastikan pembangunan yang dilakukan tetap dapat menjaga aspek fisik lingkungan dan biocapacity.

“Sehingga mampu melestarikan natural system dengan tetap memperhatikan aspek sosial, budaya, dan ekonomi yang pada muaranya menaikkan kualitas hidup masyarakat,” jelas Direktur Jenderal Cipta Karya Diana Kusumastuti saat menjelaskan sederet manfaat penerapan green infrastructure.

Dalam sektor bangunan gedung, green infrastructure diwujudkan melalui konsep Bangunan Gedung Hijau (BGH). PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menyebutkan bahwa, BGH merupakan bangunan gedung yang memenuhi standar teknis bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya.

Kementerian PUPR juga telah menyiapkan perangkat aturan baru yang telah diundangkan yaitu Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2023 tentang Bangunan Gedung Cerdas (BGC) yang mengatur penggunaan sistem cerdas atau pintar dalam Bangunan Gedung.

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com