Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana ekonomi hijau sebagai salah satu strategi utama pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti menjabarkan beberapa langkah konkret yang telah dilaksanakan pemerintah guna mendorong pembângunan berkelanjutan, pertama yakni melakukan percepatan program perhutanan sosial yang akan berkontribusi pada peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan, menyelesaikan konflik tenurial sekaligus perlindungan lingkungan.
“Dari 83.381 desa di Indonesia, sekitar 25.863 desa terletak di sekitar kawasan hutan yang 70% masyarakatnya mengantungkan hidup pada sumberdaya hutan. Namun sebanyak 10.2 juta (36.73%) masyarakatnya dalam kondisi miskin. Dalam rangka percepatan peningkatan ekonomi Masyarakat, sejak 2 tahun lalu,” ujar Nani dalam keterangan resminya.
“Kami bersama KLHK menginisiasi Pengembangan Wilayah Terpadu atau Integrated Area Deveploment (IAD) berbasis Perhutanan Sosial (PS) di Kabupaten Lumajang dan Belitung sebagai model pengembangan wilayah dan peningkatan ekonomi masyarakat,” sambungnya.
Saat ini IAD tersebut akan direplikasi ke 20 kabupaten lain di antaranya Buleleng, Garut, Berau, Ngada, dan lainnya. Deputi Nani melanjutkan ada sekitar 18 juta penduduk yang tinggal di DAS Citarum. Selain itu, 11 juta penduduk di DKI Jakarta sekitar mengantungkan kebutuhan air bakunya dari Sungai Citarum. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan langkah konkret kedua yaitu dengan percepatan pemulihan kerusakan DAS Citarum.
“Upaya pemerintah untuk melakukan percepatan pemulihan kerusakan DAS Citarum berkontribusi untuk kehidupan masyarakat yang sehat dan sejahtera, meningkatkan akses terhadap higienis dan air bersih, energi yang terjangkau, menciptakan kota yang berkelanjutan serta memperbaiki ekosistem daratan,” tambah Deputi Nani.
Selain itu, langkah konkret selanjutnya adalah pengelolan sampah yang baik dan terintegrasi hulu-hilir adalah komponen penting dalam mencapai berbagai SDGs dan mendukung keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial secara keseluruhan.
“Untuk itu kami mendorong perubahan paradigma pengelolaan sampah dengan pendekatan ekonomi sirkular dengan memaksimalkan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan pemulihan produk dan material yang sudah tidak terpakai menjadi sumber daya yang berharga lagi. Pengolahan sampah menjadi energi listrik, RDF dan produk lainnya telah kami dorong untuk menangani sampah di perkotaan sekaligus mengoptimalkan manfaatnya untuk bauran energi terbarukan. Hal ini juga memerlukan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta untuk bersinergi,” jelas Deputi Nani.
Lebih lanjut, Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana ekonomi hijau sebagai salah satu strategi utama transformasi ekonomi dalam jangka menengah panjang untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, serta mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ekonomi hijau dalam dokumen perencanaan telah dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024 dengan tiga program prioritas, yaitu peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon.
“Contoh transisi energi guna menunjang ekonomi hijau melalui penerapan teknologi yang ramah lingkungan, antara lain biofuel, biogas, panel surya, pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik EBT, carbon capture and storage, dan smart grids. Dengan bantuan pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) akan diimplementasikan Early Retirement PLTU batu bara dengan digantikan oleh EBT,” ungkap Deputi Nani.
Nani juga menjabarkan tantangan utama dalam pembangunan Sumber Daya Alam (SDA) khususnya lingkungan dan kehutanan di Indonesia saat ini adalah bagaimana menciptakan lingkungan hidup yang lestari dan pengelolaan sumber daya dan ekosistem hutan secara berkelanjutan untuk kemanfaatan yang lebih optimal di masa datang.
“Untuk itu dalam jangka panjang diperlukan upaya-upaya pemulihan lingkungan dan hutan secara menyeluruh dengan skala yang lebih luas dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan termasuk menyiapkan kelembagaan yang kuat serta tentunya komitmen pemerintah daerah melalui penerbitan regulasi terkait di daerah serta afirmasi kebijakan fiskal yang pro lingkungan,” pungkasnya.