Inggris Gelontorkan Dana Rp 5,9 Triliun Produksi Bahan Bakar Uranium
ESG Indonesia – Inggris berencana untuk menjadi negara Eropa pertama yang memproduksi bahan bakar uranium canggih yang saat ini hanya tersedia secara komersial dari Rusia. Hal ini diungkap oleh Departemen Keamanan Energi dan Net Zero Inggris pada 7 Januari.
Pemerintah Inggris mengatakan bahwa mereka akan menginvestasikan 300 juta poundsterling (sekitar Rp 5,9 triliun) untuk membangun sebuah program high-assay low-enriched uranium (HALEU) yang diyakini dapat menggeser Moskow dari pasar energi global.
“Kami menentang (Vladimir) Putin dalam hal minyak dan gas serta pasar keuangan. Kami tidak akan membiarkan dia meminta tebusan dari kami atas bahan bakar nuklir,” kata Menteri Energi Claire Coutinho dalam sebuah pernyataan.
“Ini akan sangat penting untuk keamanan energi di dalam dan luar negeri dan membangun keunggulan kompetitif Inggris yang bersejarah,” tambah dia seperti dilansir South China Morning Post, Senin (8/1/2024).
Bahan bakar HALEU diperlukan untuk memberi daya pada banyak reaktor nuklir canggih generasi berikutnya, termasuk small modular version yang akan digunakan oleh Inggris. Bahan bakar ini memiliki kandungan uranium-235 antara 5 hingga 20 persen, di atas tingkat 5 persen yang menggerakkan sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklir yang saat ini beroperasi.
Produksi HALEU baru-baru ini telah dimulai di Amerika Serikat, tetapi hanya fasilitas Rusia yang memproduksi uranium dalam skala komersial, menurut Badan Energi Atom Internasional.
Negara ini menjadi salah satu dari lebih dari 20 negara – termasuk Amerika Serikat, Prancis, dan Korea Selatan – yang baru-baru ini menandatangani kesepakatan untuk melipatgandakan kapasitas nuklir global pada tahun 2050 sebagai bagian dari upaya internasional untuk mengurangi emisi karbon yang merusak iklim.
Investasi ini merupakan bagian dari rencana untuk menghasilkan hingga 24 gigawatt listrik dari tenaga nuklir pada tahun 2050, seperempat dari kebutuhan listrik. Pembangkit listrik pertama akan dibangun di barat laut Inggris dan dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2030-an, kata pemerintah.
Mereka berharap untuk mendapatkan 95 persen listrik Inggris dari sumber rendah karbon pada tahun 2030, dengan dekarbonisasi penuh pada jaringan listrik pada tahun 2035.