Perdagangan berkelanjutan tak hanya mengurangi dampak perubahan iklim sekaligus memberi nilai tambah ekonomi.
ESG Indonesia – Guna mewujudkan perdagangan berkelanjutan, sudah bukan masanya lagi bagi Indonesia mengekspor barang mentah, tanpa nilai tambah dan prinsip berkelanjutan. Reformasi kebijakan perdagangan tersebut berperan penting demi mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan meyakini Indonesia harus terus mengembangkan hilirisasi untuk mendukung perdagangan berkelanjutan, tidak hanya bagi komoditas primer, namun juga pada berbagai sektor strategis lainnya.
Optimisme tersebut dikemukakan Kasan dalam Strategic Issues Forum yang digelar secara hibrid di Soehanna Hall The Energy Building, Jakarta pada Kamis (18/1/2024) dengan mengusung tema “On Trading Towards Sustainability: The Role of Trade Policies in Indonesia’s Green Transformation”.
“Reformasi kebijakan perdagangan berperan penting. Indonesia memiliki berbagai potensi dan kekayaan sumber daya alam untuk mengembangkan perdagangan hijau dan berkelanjutan. Perdagangan hijau dan berkelanjutan diharapkan dapat mengurangi dampak perubahan iklim, juga memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat,”urai Kasan.
Salah satunya, imbuh Kasan, adalah hilirisasi nikel. Nikel adalah bahan baku penting bagi produk otomotif, elektronik, konstruksi, kebutuhan rumah tangga, produk mesin pertanian, termasuk baterai untuk kendaraan listrik yang ramah lingkungan.
Di tingkat global, peringkat Indonesia sebagai eksportir nikel sudah naik drastis. Dari urutan ke-8 pada 2021 menjadi urutan pertama pada 2022. Posisi Indonesia bahkan mengalahkan Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat yang merupakan tiga eksportir nikel terbesar dunia
Untuk itu, Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan perdagangan yang berperan penting dalam memastikan terwujudnya perdagangan berkelanjutan di Indonesia.
“Kuncinya adalah kerja sama dan kolaborasi. Kami berharap seluruh pemangku kepentingan juga negara mitra dagang Indonesia dapat membangun lebih banyak persamaan pandangan dan kemitraan yang setara untuk mewujudkan perdagangan berkelanjutan dan transformasi hijau Indonesia,”ujar Kasan.
Di awal forum, Country Director World Bank Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen juga menjelaskan beberapa potensi Indonesia untuk meningkatkan kinerja perdagangan berkelanjutan sebagaimana dijelaskan dalam Laporan World Bank on Trading Towards Sustainability: The Role of Trade Policies in Indonesia’s Green Transformation yang baru saja dirilis.
“Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk melakukan diversifikasi ke produk hijau dengan kompleksitas yang lebih tinggi. Potensi Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga di Kawasan Asia Timur dan Pasifik,” jelas Satu Kahkonen.
“Diversifikasi tersebut akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan dan iklim. Sektor swasta juga merupakan kunci untuk mewujudkan potensi diversifikasi ini. Untuk itu, kebijakan yang dapat memfasilitasi akses sektor swasta terhadap teknologi berbiaya rendah dan berkualitas lebih tinggi melalui impor akan sangat penting untuk memastikan terjadinya transformasi,” jelas Satu.
Hasil dari Laporan Bank Dunia juga menunjukkan bahwa hambatan non tarif telah menimbulkan biaya yang signifikan terhadap produk-produk ramah lingkungan. Dengan demikian, diperlukan reformasi kebijakan agar dapat meningkatkan kinerja perdagangan ramah lingkungan di Indonesia.
Strategic Issues Forum digelar oleh Badan Kebijakan Perdagangan bekerja sama dengan World Bank Indonesia dan dihadiri lebih dari 300 peserta secara daring dan luring.
Hadir sebagai panelis diskusi Menteri Perdagangan periode 2004-2011 sekaligus Profesor Ekonomi Internasional Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu; Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerja Sama Ekonomi Internasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Laksmi Kusumawati; dan Presiden Komisaris PTBlue Bird Noni Sri Ayati Purnomo. Bertindak sebagai moderator Senior EconomistWorld Bank Csilla Lakatos.
Dalam forum ini, Mari menegaskan, perdagangan berkelanjutan saat ini dan masa mendatang bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia bukan hanya persoalan produktivitas, namun juga mencakup berbagai aspek yang lebih luas. Perlu ada standar yang berbasis pada kesepakatan antarnegara dan juga keilmuan. Peningkatan kapasitas pelaku usaha dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan.
Adapun dalam forum tersebut, turut hadir Managing DirectorAmandina Bumi Nusantara Suharji Gasali; Chief Operation OfficerECADIN Candra Sri Sutama; serta Founder danManaging Director SyntekSolar Fajar Sastrowijoyo dalam berbagi pengalaman mengenai perdagangan berkelanjutan.