Konsep pembangunan Giant Sea Wall tidak hanya berperan sebagai bangunan pelindung, tapi juga sebagai sarana konservasi lingkungan kelautan.
ESG Indonesia – Pulau Jawa masih dihadapkan dengan sejumlah tantangan seperti erosi, abrasi, banjir, kenaikan permukaan air laut, hingga penurunan permukaan tanah (land subsidence) di sepanjang daerah Pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa.
Kawasan pesisir Pantura Jawa sendiri paling tidak ditinggali oleh sebanyak 48% dari penduduk Pulau Jawa dengan aktivitas ekonomi yang berkontribusi sebesar 20% dari PDB nasional.
Dalam kunjungan kerja di Kabupaten Indramayu pada hari Rabu (24//1/2024), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berkesempatan untuk melihat dari dekat dampak degradasi lingkungan dan penanganan banjir rob di salah satu bagian kawasan pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa yakni di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur.
“Kunjungan kali ini, tadi sebelum kesini, mengunjungi bendungan-bendungan yang dibangun oleh Kementerian PUPR di desa Eretan untuk menanggulangi akibat banjir rob,” ujar Menko Airlangga.
“Pembangunan bendungan itu sangat diperlukan oleh masyarakat, karena kita lihat di dalam perjalanan ada beberapa rumah yang tidak ditinggali dan ada yang ditinggali. Oleh karena itu pemerintah membangun bendungan sekaligus kedepannya membentuk polder-polder agar air yang masuk bisa disedot keluar,” sambungnya.
Untuk memitigasi risiko bencana di sepanjang pesisir Pantura Jawa tersebut, pemerintah terus berupaya melakukan intervensi melalui sejumlah kebijakan strategis yang komprehensif.
Salah satu kebijakan tersebut yakni dengan pembangunan tanggul pengaman pantai dan sungai serta pembangunan sistem polder dan pompa di wilayah utara Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat yang juga menjadi salah satu bagian dari Proyek Strategis Nasional.
Pemerintah juga melakukan pembangunanMajor ProjectPengaman Pesisir 5 Perkotaan Pantura Jawa yakni Jabodetabek, Cirebon Raya, Kedungsepur, Petanglong, dan Gerbangkertosusila juga dilakukan Pemerintah melalui penyediaan akses air minum perpipaan, pemantauan penurunan tanah dan kualitas air, pembangunan tanggul pantai, serta pengolahan air limbah.
Selain itu, sebagai solusi jangka panjang, pemerintah telah menyiapkan konsep pembangunan Giant Sea Wallyang salah satunya berada pada Jalan Tol Semarang-Demak.
Giant Sea Wall adalah struktur yang dibangun di sepanjang bagian pantai yang memisahkan lahan dan air terutama untuk mencegah erosi dan kerusakan lain akibat gelombang atau ombak.
Konsep pembangunan Giant Sea Wallnantinya tidak hanya berperan sebagai bangunan pelindung, namun sekaligus juga sebagai sarana konservasi lingkungan kelautan dan perbaikan kehidupan masyarakat, peningkatkan penyediaan sanitasi, air bersih, konektivitas dan aksesibilitas, penciptaan lapangan kerja, serta penataan kawasan yang lebih adaptif dan inklusif.
Dalam peninjauan tersebut, Menko Airlangga melihat langsung lokasi struktur pemecah gelombang dan tanggul pantai yang berada di Desa Eretan Kulon. Bangunan tanggul tersebut hanya bersifat sementara untuk menjaga agar garis pantai tidak mengalami kemunduran kembali akibat abrasi.
Desa Eretan Kulon sendiri merupakan salah satu desa yang merasakan dampak langsung dari degradasi lingkungan dan perubahan iklim seperti penurunan muka tanah, kenaikan permukaan laut, dan abrasi pantai. Selain itu, masyarakat Desa Eretan Kulon juga sangat terdampak dengan adanya banjir rob, yang bahkan pernah mencapai ketinggian 1 meter.