Tekan impor BBM, Indonesia kembangkan energi bersih lewat produksi bioetanol.
ESG Indonesia – Negara-negara di dunia kini tengah berupaya keras mengurangi emisi karbon dan mengatasi terjadinya perubahan iklim. Indonesia sebagai bagian dunia pun tidak ingin ketinggalan dan juga terlibat aktif di dalamnya.
Salah satu instrumennya, kini Indonesia terus menggenjot pengembangan energi bersih berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) untuk menggantikan bahan bakar berbasis fosil. Namun, situasi perekonomian global yang diprediksi tidak bersahabat pada tahun ini akibat masih berlarutnya perang Rusia-Ukraina dan ancaman resesi, telah menyebabkan dunia perlu meninjau kembali rencana peta jalannya berkaitan dengan energi bersih.
Pasalnya, dunia masih tergantung pada bahan bakar fosil untuk menggerakkan mesin industri dan listriknya. Di sisi lain, pasokan energi pun terbatas akibat perang. Dampak ikutannya, harga minyak dunia naik.
Artinya, krisis energi tetap menjadi ancaman terbesar. Pemenuhan kebutuhan energi di masa depan tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Oleh karena itu, Indonesia mau tidak mau harus mulai bergerak untuk mencari sumber bahan bakar alternatif dan itu berasal dari energi baru dan terbarukan, yakni dengan mengembangkan bahan bakar nabati (BBN).
Salah satu bukti Indonesia serius mengatasi emisi karbon dan perubahan iklim, mengutip laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepanjang tahun ini hingga Juli 2023, Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon dan gas rumah kaca hingga 118 juta ton. Capaian tersebut mencapai 32,9 persen dari target penurunan emisi tahun ini sebesar 358 juta ton.
Pertanyaan selanjutnya, apa strategi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi. Di sisi lain, program mengatasi perubahan iklim dan mengurangi emisi karbon tetap berjalan?
Pemerintah tentu dengan berbagai cara berupaya mengejar target yang telah ditetapkan. Kini, Kementerian ESDM berharap agar kebijakan mandatori biodiesel dapat diterapkan juga pada program campuran bioetanol pada bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin.
Menurut Direktur Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM Edi Wibowo, guna mendukung keberlanjutan mandatori bioetanol, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
“Kita harapkan yang menyalurkan gasoline wajib mencampur bioetanol tadi dalam minyak bahan bakar bensinnya dengan campuran tadi bertahap lima persen dulu, kemudian nanti 10 persen dan seterusnya. Dan ini berlaku secara nasional,” ujarnya dalam satu acara membahas masalah energi, Rabu (20/12/2023).
Menurut Edi, bila Indonesia berhasil mengembangkan bioetanol sebagai campuran pada BBM jenis bensin, maka hal tersebut akan berdampak pada menurunnya impor produk BBM. Pasalnya konsumsi BBM jenis bensin pada 2022 saja telah mencapai 35,8 juta kilo liter (kl).
“Jadi lebih dari 60 persen atau sekitar hampir 22 juta kl itu masih impor. Kalau nanti kita gunakan bioetanol tadi semaksimal mungkin paling tidak bisa mengurangi yang 22 juta kl tadi,” ujarnya.
Berkaitan dengan itu, Dewan Energi Nasional (DEN) juga pernah mengusulkan pemberian insentif untuk mendukung pengembangan bioetanol di dalam negeri kepada Presiden Joko Widodo.
“Ini dilakukan agar pengembangan bioetanol sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa lebih kompetitif,” ujar Anggota DEN Satya Widya Yudha.
Satya menilai, terdapat beberapa pekerjaan rumah di Indonesia yang perlu segera dituntaskan untuk mendukung pengembagan bioetanol. Salah satunya seperti pungutan bea cukai untuketanol fuel gradeyang akan digunakan untuk campuran BBM dan itu tentunya selaras dengan rencana pengembangan bahan bakar hijau.
“Insyaallahkita akan laporkan ke Presiden Jokowi di dalam sidang anggota dan sidang paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) untuk masalah ini,” ujar Satya.
Apalagi, Indonesia juga mempunyai target produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu hingga 1,2 juta kilo (kl) per tahun pada 2030. Angka tersebut tertuang di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
“Itu kita tahun 2030 menargetkan bioetanol sebesar 1,2 juta kl luar biasa kan cukup besar sekali,” tambahnya.