Ethiopia Bakal Stop Penggunaan Kendaraan Bahan Bakar Fosil dalam 20 Tahun Kedepan
ESG Indonesia – Ethiopia memutuskan untuk segera menghentikan penggunaan bahan bakar fosil sepenuhnya, setelah menurut Menteri Transportasi Ethiopia, Alemu Sime, negaranya menghabiskan 6 miliar Euro (Rp102 Triliun) tahun lalu, hanya untuk mengimpor bensin dan solar.
Hal ini tentu merupakan langkah yang besar, mengingat hampir seluruh negara di dunia melakukan peralihan energi tersebut secara perlahan, dalam 10 hingga 20 tahun. Rencana Ethiopia tersebut serupa dengan Norwegia yang juga berencana untuk meninggalkan kendaraan bahan bakar fosil (Internal Combustion Engine/ICE).
Selain tidak berkelanjutan secara finansial, tingkat polusi di berbagai kota di Ethiopia juga tidak terkendali. Satu-satunya jalan keluar dari masalah ini, menurut Menteri Sime, adalah pelarangan segera terhadap kendaraan non-listrik yang masuk ke negaranya, baik kendaraan lama maupun yang baru.
Kementerian Transportasi bergerak untuk menindaklanjuti rencana prioritas tinggi untuk membangun infrastruktur pengisian daya di seluruh negeri, menyusul laporan yang disampaikan oleh Sime kepada Dewan Perwakilan Rakyat Ethiopia.
Larangan yang direncanakan akan ditegakkan secara ketat, termasuk pemilik kendaraan yang diharuskan menjalani tes asap (uji emisi) yang juga ketat. Setiap kendaraan yang gagal dalam uji tersebut tidak lagi memenuhi syarat untuk diservis dan harus disingkirkan dari jalan raya.
Diketahui ada sekitar dua juta kendaraan di negara ini yang sebagian besar di antaranya berusia lebih dari 20 tahun. Kendaraan yang lebih tua telah dikenai pajak tinggi, sehingga memaksa para importir untuk membawa mobil-mobil yang lebih baru ke negara tersebut.
Di sisi lain, importir mobil dengan emisi rendah akan dikenakan pajak yang lebih rendah dan manufaktur mobil listrik lokal didorong dengan keringanan pajak dan insentif yang besar.