Pembiayaan berkelanjutan akan menjadi fokus BSI ke depan, sekaligus menjadi bukti nyata BSI dalam mendukung program pemerintah mewujudkan Net Zero Emission (NZE) 2060.
ESG Indonesia – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI fokuskan pembiayaan berkelanjutan senilai Rp 52,6 triliun atau 23,77% dari total pembiayaan perseroan. Penyaluran tersebut merupakan komitmen penuh BSI dalam mengurangi emisi karbon untuk menciptakan Indonesia bebas emisi karbon atau Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.
Direktur Finance & Strategy BSI Ade Cahyo Nugroho mengatakan pembiayaan berkelanjutan BSI saat ini berfokus pada 5 sektor utama yaitu UMKM, produk ramah lingkungan, pertanian dan perkebunan ramah lingkungan, energi bersih dan terbarukan. Sementara produk hijau lainnya masuk dalam sektor pembangunan gedung ramah lingkungan, industri pengelolaan air, transportasi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah.
Saat ini portofolio pembiayaan berkelanjutan di BSI terbesar untuk UMKM sebesar Rp41,7 triliun, lalu ada produk ramah lingkungan sebesar Rp4,7 triliun, pertanian dan perkebunan ramah lingkungan Rp10,9 triliun, energi bersih dan terbarukan Rp1,7 triliun dan Rp400 miliar yang terdiri dari pembangunan gedung ramah lingkungan, industri pengelolaan air, transportasi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah lingkungan.
Cahyo menyebut pembiayaan berkelanjutan akan menjadi fokus BSI ke depan. BSI menargetkan pembiayaan pada sektor tersebut akan meningkat mencapai 30% dari seluruh total pembiayaan BSI.
“Angka ini akan terus naik seiring dengan model – model bisnis baru yang nantinya akan sesuai standar dan penilaian bank, dari sisi penilaian keuangan, risiko, dan lingkungan. Target jangka panjang, pembiayaan keuangan berkelanjutan di BSI akan terus meningkat seiring dengan regulasi dan awareness masyarakat terhadap ekonomi hijau,” tuturnya.
Saat ini BSI terus kolaborasi dengan berbagai stakeholders untuk menopang pembiayaan sektor hijau melalui OJK, Kementerian ESDM, Kementerian kehutanan dan lingkungan hidup, IDX dan komunikasi kepada investor baik dalam maupun luar negeri. Kedepan, BSI juga terus meningkatkan literasi dan awareness kepada nasabah korporasi terutama pada sektor-sektor yang memerlukan sertifikasi atau standar analisa dampak lingkungan (AMDAL), seperti sektor kelapa sawit, pertambangan maupun industri manufaktur lainnya.
“Sejak BSI berdiri 2021 lalu, perseroan secara konsisten menerapkan business process yang ramah lingkungan dan mengedepankan green business sebagai value perusahaan untuk menciptakan keberlanjutan. Terlebih, nilai-nilai Environment, Social, Governance (ESG) sejalan dengan prinsip dalam menjalankan bisnis syariah”, pungkasnya.
Indikator dalam mengidentifikasi proyek kriteria hijau yang bisa mendapatkan dukungan BSI yakni antara lain adalah pembiayaan yang berlandaskan pada ketentuan syariah yang merupakan bagian dari kerangka Environtmental, Social, Governance (ESG) dengan berlandaskan pada ketentuan eksternal regulator yang telah dibuat seperti POJK No.51/2017 yang mengatur tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan.
Dampak perubahan iklim kini semakin terasa dengan naiknya suhu permukaan bumi (heat wave) di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Target Net Zero Emission (NZE) Indonesia di tahun 2030 dinaikkan menjadi 31,9 persen yang menyasar dua sektor utama yaitu sektor kehutanan dan sektor energi transportasi. Disektor kehutanan target pengurangan sebesar 500 juta ton emisi karbon, sementara di sektor energi transportasi sebesar 358 jutan ton.
Berdasarkan data Energy and Climate Intelligence Unit pada Juli 2023, posisi Indonesia dilaporkan berada di tempat terbawah di antara 159 negara dalam persiapan menuju emisi nol bersih. Indonesia sendiri akan menargetkan NZE pada tahun 2060.
Namun target tersebut dinilai terlalu lambat karena sebagian besar negara merencanakan mencapainya pada 2050. Selain itu, NZE-2060 Indonesia saat ini masih dalam tahap diskusi atau usulan, belum sampai tahap deklarasi, kebijakan, apalagi ditetapkan sebagai undang-undang.
Komitmen pembangunan untuk mencapai sasaran NZE membutuhkan dukungan tidak saja finansial, teknologi, institusi, ataupun sumber daya manusia yang memadai, tetapi yang paling mendasar adalah peraturan perundang-undangan.
Saat ini setidaknya ada 26 negara telah menetapkan NZE mereka dalam bentuk undang-undang, Sementara di Indonesia peraturan perundang-undangan di bidang energi sekarang ini belum mewadahi atau bahkan bertentangan dengan tujuan emisi nol bersih yang kini sudah diterapkan di berbagai negara lain.