Tak hanya rusak lingkungan, proyek gagal food estate juga disebut rugikan negara.
ESG Indonesia – Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD secara terang-terangan menyebut program food estate merupakan proyek gagal. Mahfud mengatakan, proyek lumbung pangan tersebut telah merusak lingkungan dan membuat Indonesia merugi.
“Jangan misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar saja? Rugi dong kita,” ujar Mahfud dalam Debat Cawapres Pemilu 2024 di JCC, Jakarta,, Minggu (21/01/2024).
Pria yang juga masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengkritik pemerintah yang kurang berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan alam.
Sebagai informasi, proyek food estate merupakan proyek yang digadang-gadang dapat menjaga ketahanan pangan nasional yang mencakup pertanian, perkebunan dan bahkan peternakan di suatu kawasan.
Bahkan, proyek ini masuk sebagai salah satu program strategis nasional (PSN) 2020-2024 yang diatur dalam peraturan menteri koordinator Bidang Perekonomian RI No. 9/2022.
Banjir Kritikan
Namun proyek ini memang menuai kritik dari banyak kalangan. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) sempat mengatakan bahwa food estate di lahan gambut membutuhkan ongkos atau biaya yang tinggi namun keuntungannya sedikit. Artinya biaya yang dikeluarkan tak sebanding dengan hasil yang dicapai.
Kritikan juga datang dari akademisi maupun aktivis lingkungan yang menilai bahwa proyek food estate bukanlah solusi ketahanan pangan, tapi justru memperparah krisis pangan dan krisis iklim.
“Kondisifood estateGunung Mas hari ini tak jauh berbeda, meski sudah berselang satu tahun sejak kami memotret kegagalan proyek ini pada November 2022. Tidak ada kebun singkong yang dijanjikan,” kata Belgis Habiba, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia dalam keterangan resminya di pengujung 2023.
“Padahal sudah sekitar 760 hektare hutan alam dibabat untuk proyek strategis nasional ini, hutan yang sebenarnya menyediakan sumber kehidupan untuk flora fauna di dalamnya, untuk masyarakat adat dan masyarakat setempat, dan menjadi benteng pertahanan kita untuk menahan laju krisis iklim,” sambungnya.
Sementara itu, Bayu Herinata, Direktur Walhi Kalimantan Tengah juga menjelaskan, selain di Gunung Mas, proyek food estatepemerintah juga merambah wilayah gambut di bekas lahan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau yang sebelumnya sudah gagal.
Menurut pantauannya, proyek ini justru memperparah kerusakan gambut hingga memicu kebakaran pada September sampai Oktober 2023.
“Pemerintah harus menghentikanfood estatekarena sistem pangan monokultur skala besar seperti ini merupakan solusi palsu untuk cita-cita ketahanan pangan,” tegas Bayu.
Bayu juga meminta pemerintah melakukan evaluasi pelaksanaan proyek food estate secara menyeluruh karena ada potensi kerugian negara dari penggunaan APBN dalam menjalankan proyek ini.
“Yang paling penting, dalam waktu cepat pemerintah juga harus memulihkan hutan dan lahan gambut yang rusak di area tersebut,” ungkap Bayu.